Rabu, 25 April 2012

Pak RT yang Nakal

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Pak Vito adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau lewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.
Pada suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi saat itu aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat merk 'Nike' yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagi.
Kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk.
"Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya" senyumku dengan ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah.
"Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?"
"Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya".
Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.
"Minum Pak", tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat.
Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku.
"Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi" katanya.
"Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?" godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.
Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.
"Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat"
Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.
"Pijatan Bapak enak ya Dik?" tanyanya.
"Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!" aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.
Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.
"Enngghh.. Pak!" desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.
Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku.
"Aaww.. !" aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku.
Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu.
"Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga", rayunya
Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.
"Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah" godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita.
Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.
"Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!" desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.
"Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik" katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.
Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa memasukkannya.
Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.
Pak Vito menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, "Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon".
Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.
"Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit" katanya di HP.
Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.
"Wah.. Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang" katanya sambil mencubit putingku.
"Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan" kataku dengan tersenyum nakal.
"Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih" seringainya.
Lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.
Pak Vito menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.
Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku.
"Sayang kalo dibuang, kan mubazir" ucapnya.
Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.
"Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih".
Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.
Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukannya.
Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.
Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.
"Uuuhh.. Pak.. aakkhh.. !" aku kembali mencapai orgasme.
Vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.
"Bapak udah mau.. Dik.. Citra.. !" desahnya dengan mempercepat kocokkannya.
"Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur" aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.
Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.
Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya.
"Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus" pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis.
Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan.
"Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik"
"Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang" kataku dalam hati.
Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar 'medan laga' kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.
TAMAT
Klik disini untuk Baca Cerita Selengkapnya ...

Oh Rita, Pembantuku yang Montok

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Kira-kira empat bulan lalu, aku pindah dari rumah kontrakanku ke rumah yang aku beli. Rumah yang baru ini hanya beda dua blok dari rumah kontrakanku. Selain rumah aku pun mampu membeli sebuah apartemen yang juga masih di lingkungan aku tinggal, dari rumahku sekarang jaraknya 3 km. Selama aku tinggal di rumah kontrakan, aku mengenal seorang pembantu rumah tangga, sebut saja Rita. Dia juga pelayan di toko milik majikannya, jadi setiap aku atau istriku belanja, Rita-lah yang melayani kami. Dia seorang gadis desa, wajahnya manis, kulit tubuhnya bersih dan bodinya cukup seksi untuk ukuran seorang pembantu rumah tangga di daerah kami tinggal, jadi dia sering digoda oleh para supir dan pembantu laki-laki, tapi rupanya akulah yang beruntung bisa mencicipi kehangatan tubuhnya. Inilah yang kualami dari 3 bulan lalu sampai saat ini.
Suatu hari ketika aku mau ambil laundry di rumah majikan Rita dan kebetulan dia sendiri yang melayaniku.
"Rit, bisa tolong saya cariin pembantu..."
"Untuk di rumah Bapak...?"
"Untuk di apartemen saya, nanti saya gaji 1 juta."
"Wah gede tuh Pak, nanti Rita cariin yah... kabarnya minggu depan ya Pak."
"Ok deh, makasih yah ini uang untuk kamu, jasa cariin pembantu..."
"Wah.. banyak amat Pak, makasih deh.."
Kutinggal Rita setelah kuberi 500 ribu untuk mencarikan pembantu untuk apartemenku, aku sangat perlu pembantu karena banyak tamu dan client-ku yang sering datang ke apartemenku dan aku juga tidak pernah memberitahukan apartemenku pada istriku sendiri, jadi sering kewalahan melayani tamu-tamuku.
Dua hari kemudian, mobilku dicegat Rita ketika melintas di depan rumah majikannya.
"Malam Pak..."
"Gimana Rit, sudah dapat apa belum temen kamu?"
"Pak, saya aja deh.. habis gajinya lumayan untuk kirim-kirim ke kampung."
"Loh, nanti Ibu Ina marah, kalau kamu ikut saya."
"Nggak apa-apa Pak, saya sudah carikan pengganti saya buat disini koq."
"Ya, sudah kalau ini keputusanmu, besok pagi kamu saya jemput di ujung jalan sini lalu kita ke apartemen."
"Iya... Pak."
Keesokan pagi kujemput Rita di ujung jalan dan kuantarkan ke apartemenku. Begitu sampai Rita terlihat bingung karena istriku tidak mengetahui atas keberadaan apartemenku.
"Tugas saya apa Pak...?"
"Kamu hanya jaga apartemen ini, ini kunci kamu pegang satu, saya satu dan ini uang, kamu belanja dan masak yang enak untuk tiga hari lagi, karena temen-temen saya mau main ke sini."
"Baik Pak..."
Dengan perasaan agak tenang kutinggalkan Rita, aku senang karena kalau ada tamu aku tidak akan capai lagi karena sudah ada Rita yang membantuku di apartemen.
Dua hari kemudian sepulang kantor, aku mampir ke apartemen untuk mengecek persiapan untuk acara besok, tapi aku jadi agak cemas ketika pintu apartemen kuketuk berkali-kali tidak ada jawaban dari dalam. Pikiranku khawatir atas diri Rita kalau ada apa-apa, tapi ketika kubuka pintu dan aku masuk ke dalam apartemenku terdengar suara dari kamar mandiku yang pintunya terbuka sedikit.
Kuintip dari sela pintu kamar mandi dan terlihatlah dengan jelas pemandangan yang membuat diriku terangsang. Rita sedang mengguyur badannya yang bersih dan mulus itu di bawah shower, satu tangannya mengusap payudaranya dengan busa sabun sedangkan satu kakinya diangkat ke closet dimana tangan satunya sedang membersihkan selangkangannya dengan sabun. Terlihat kalau payudaranya cukup padat berisi, ukuran bra-nya 36B mungkin.
Pemandangan yang luar biasa indah membuat nafsu birahiku meningkat dan kuintip lagi, kali ini Rita menghadap ke arah pintu dimana tangannya sedang meremas-remas payudaranya yang ranum itu dan putingnya sesekali dipijatnya, sedangkan bulu-bulu halus menutupi liang vaginanya diusap oleh tangannya yang lain, hal ini membuat dia merem-melek. Pemandangan seorang gadis kira-kira 19 tahun dengan lekuk tubuh yang montok nan seksi, payudara yang ranum dihiasi puting coklat dan liang vagina yang menonjol ditutupi bulu halus sedang dibasahi air dan sabun membuat nafsu birahi makin meningkat dan tentu saja batangku mulai mendesak dari balik celana kantorku.
Melihat nafsuku mulai berontak dengan cepat kutanggalkan seluruh pakaian kerjaku di atas sofa, dengan perlahan kubuka pintu kamar mandiku, perlahan kudekati Rita yang tidak tahu kehadiranku, dia sedang membasuh sabun di bawah shower. Secara tiba-tiba tubuhnya kupeluk dan kuciumi leher dan punggungnya. Rita yang terkaget-kaget berusaha melepaskan tanganku dari tubuhnya.
"Akh.. jangan Pak.. jangan.. tolong Pak..."
Karena tenaganya lemah sementara aku yang makin bernafsu, akhirnya Rita melemaskan tenaganya sendiri karena kalah tenaga dariku. Bibir tebal dan merekah sudah kulumatkan dengan bibirku, tanganku yang satu membekap tubuhnya sambil menggerayangi payudaranya padat berisi, sedangkan tanganku yang satunya telah mendarat di pangkal pahanya, vaginanya pun sudah kuremas.
"Ahhh.. ahhh.. jja. jjangan.. Pak..."
"Tenang Rit, .. nanti juga enak..."
Aku yang sudah makin buas menggerayangi tubuhnya bertubi-tubi membuat Rita mengalah dan Rita pun membalas dengan memasukkan lidahnya ke mulutku sehingga lidah kami bertautan, Rita pun mulai menggelinjang di saat jariku kumasukan ke liang vaginanya.
"Arghh.. arghh... enak.. Pak.. argh..."
Tubuh Rita kubalik ke arahku dan kutempelkan pada dinding di bawah shower yang membasahi tubuh kami. Setelah mulut dan lehernya, dengan makin ke bawah kujilati akhirnya payudaranya yang ranum kutemukan juga, langsung kuhisap, kemudian putingnya kugigit. Payudaranya kenyal sekalimembuatku semakin bernafsu. Rita makin menggelinjang karena tanganku masih merambah liang vaginanya.
"Argh.. akkkhh... akhh... terus.. Pak... enak... terus..."
Aku pun mulai turun ke bawah setelah payudara, aku menjilati seluruh tubuhnya, badan, perut sambil tanganku tetap meremas-remas payudaranya dan sampailah bibirku ke selangkangannya dimana aku sudah jongkok sehingga bulu halus yang menutupi vaginanya persis di hadapanku, bau harum tercium dari vaginanya.
Aku pun kagum karena Rita merawat vaginanya dengan baik sekali. Bulu halus yang menutupi vaginanya kubersihkan dan kumulai menjilati liang vaginanya.
"Ssshh.. sshh.. argh.. aghh... aw... sshhh.. trus... Pak.. sshh... aakkkhh..."
Aku makin kagum pada Rita yang telah merawat vaginanya karena selain bau harum, vagina Rita yang masih perawan karena liangnya masih rapat, rasanya pun sangat menyegarkan dan manis rasa vagina Rita. Jariku mulai kucoba dengan sesekali masuk liang vagina Rita diselingi oleh lidahku. Rasa manis vagina Rita yang tiada habisnya membuatku makin menusukkan lidahku makin ke dalam sehingga menyentuh klitorisnya yang dari sana rasa manis itu berasal. Rita pun makin menggelinjang dan meronta-ronta keenakan tapi tangannya malah menekan kepalaku supaya tidak melepaskan lidahku dari vaginanya.
"Auwwwhhh... aahhh... terus.. sedappp... Pakkkh..."
"Rit... vaginamu sedap sekali... kalau begini... setiap malam aku pingin begini terus..."
"Mmm.. yah.. Pak.. terus.. Pak... oohhh..."
Rita makin menjerit keenakan dan menggelinjang karena lidahku kupelintir ke dalam vaginanya untuk menyedot klitorisnya. Setelah hampir 15 menit vagina Rita kusedot-sedot, keluarlah cairan putih kental dan manis serta menyegarkan membanjiri vagina Rita, dan dengan cepat kujilat habis cairan itu yang rasanya sangat sedap dan menyegarkan badan.
"Ooohhh... ough... arghhh... sshh.. Pak, Rita... keluar.. nihhh... aahhh... sshh..."
"Rit... cairanmu... mmmhh... sedap.. sayang... boleh.. saya masukin sekarang... batang saya ke vagina kamu? mmhh.. gimana sayang..."
"Hmmm... iya Pak.. saya juga udah nggak tahan… aaahhh..."
Rita pun lemas tak berdaya setelah cairan yang keluar dari vaginanya banyak sekali, tapi dia seakan siap untuk dimasuki vaginanya oleh penisku yang sudah maksimal tegangnya karena dia menyender dinding kamar mandi tapi kakinya direnggangkan. Aku pun langsung mendempetnya dan mengatur posisi batangku pada liang vaginanya. Setelah batangku tepat di liang vaginanya yang hangat, dengan jariku kubuka vaginanya dan mencoba menekan batangku untuk masuk vaginanya yang masih rapat.
"Ohhh... Rita.. vaginamu rapat sekali, hangat deh rasanya... saya jadi makin suka nih..."
"Mmmmhh... mhhh.. Pak.. perih.. Pak... sakit..."
"Sabar.. sayang.. nanti juga enak kok, sabar ya..."
Berulang kali kucoba menekan batangku memasuki vagina Rita yang masih perawan dan Rita pun hanya menjerit kesakitan, setelah hampir 15 kali aku tekan keluar-masuk batangku akhirnya masuk juga ke dalam vagina Rita walaupun hanya masuk setengahnya saja. Tapi rasa hangat dari dalam vagina Rita sangat mengasyikan dimana belum pernah aku merasakan vagina yang hangat melebihi kehangatan vagina Rita membuatku makin cepat saja menggoyangkan batangku maju-mundur di dalam vagina Rita.
"Rit, vaginamu hangat sekali, batangku rasanya di-steam-up sama vaginamu..."
"Iya.. Pak, tapi masih perih Pak..."
"Sabar ya sayang..."
Kukecup bibirnya untuk menahan rasa perih vagina Rita yang masih rapat alias perawan sedang dimasuki batangku yang besarnya 22 cm dan berdiameter 4 cm, wajar saja kalau Rita menjerit kesakitan. Payudaranya pun sudah menjadi bulan-bulanan mulutku, kujilat, kukenyot, kusedot dan kugigit putingnya.
"Ahh.. ahhh.. aah.. aww... Pak... iya Pak.. enak deh.. rasanya ada yang nyundul ke dalam memek Rita.. aahh..."
Rita yang sudah merasakan kenikmatan ikut juga menggoyangkan pinggulnya maju-mundur mengikuti iramaku. Hal ini membuatku merasa menemukan kenikmatan tiada tara dan membuat makin masuk lagi batangku ke dalam vaginanya yang sudah makin melebar.
Kutekan batangku berkali-kali hingga rasanya menembus hingga ke perutnya dimana Rita hanya bisa memejamkan mata saja menahan hujaman batangku berkali-kali. Air pancuran masih membasahi tubuh kami membuatku makin giat menekan batangku lebih ke dalam lagi. Muka Rita yang basah oleh air shower membuat tubuh yang mulus itu makin mengkilat sehingga membuat nafsuku bertambah yaitu dengan menciumi pipinya dan bibirnya yang merekah. Lidahku kumasukan dalam mulutnya dan membuat lidah kami bertautan, Rita pun membalas dengan menyedot lidahku membuat kami makin bernafsu.
"Mmmhh... mmmhhh... Pak.. batangnya nikmat sekali, Rita jadi.. mmauu... tiap malam seperti ini.. aaakh... aakkhh.. Paaakkhh.. Rita keeluuaarrr.. nniihh..."
Akhirnya bobol juga pertahanan Rita setelah hampir satu jam dia menahan seranganku dimana dari dalam vaginanya mengeluarkan cairan kental yang membasahi batangku yang masih terbenam di dalam vaginanya, tapi rupanya selain cairan, ada darah segar yang menetes dari vaginanya dan membasahi pahanya dan terus mengalir terbawa air shower sampai ke lantai kamar mandi dan lemaslah tubuhnya, dengan cepat kutahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Sementara aku yang masih segar bugar dan bersemangat tanpa melihat keadaan Rita, dimana batangku yang masih tertancap di vaginanya. Kuputar tubuhnya sehingga posisinya doggy style, tangannya kutuntun untuk meraih kran shower, sekarang kusodok dari belakang. Pantatnya yang padat dan kenyal bergoyang-goyang mengikuti irama batangku yang keluar-masuk vaginanya dari belakang.
Vagina Rita makin terasa hangat setelah mengeluarkan cairan kental dan membuat batangku terasa lebih diperas-peras dalam vaginanya. Hal itu membuatku merasakan nikmat yang sangat sehingga aku pun memejamkan mata dan melenguh.
"Ohhh... ohhh.. Rit.. vaginamu sedap sekali, baru kali ini aku merasakan nikmat yang sangat luar biasa... “
“…. aakkh.. aakkhh... sshhh..."
Rita tidak memberi komentar apa-apa karena tubuhnya hanya bertahan saja menerima sodokan batangku ke vaginanya, dia hanya memegangi kran saja. Satu jam kemudian meledaklah pertahanan Rita untuk kedua kalinya dimana dia mengerang, tubuhnya pun makin merosot ke bawah dan cairan kental dengan derasnya membasahi batangku yang masih terbenam di vaginanya.
"Akhhh... aakkhh... Pak... Pakkhh... nikmattthhh..."
Setelah tubuhnya mengelepar dan selang 15 menit kemudian gantian tubuhku yang mengejang dan meledaklah cairan kental dari batangku dan membasahi liang vagina Rita dan muncrat ke rahim Rita, yang disusul dengan lemasnya tubuhku ke arah Rita yang hanya berpegang pada kran sehingga kami terpeleset dan hampir jatuh di bawah shower kamar mandi. Batangku yang sudah lepas dari vagina Rita dan masih menetes cairan dari batangku, dengan sisa tenaga kugendong tubuh Rita dan kami keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur dan langsung ambruk ke tempat tidurku secara bersamaan.
Aku terbangun sekitar jam 10.30 malam, itupun karena batangku sedang dikecup oleh Rita yang sedang membersihkan sisa-sisa cairan yang masih melekat pada batangku, Rita layak anak kecil menjilati es loli. Aku usap kepalanya dengan lembut. Setelah agak kering Rita bergeser sehingga muka kami berhadapan. Dia pun menciumi pipi dan bibirku.
"Pak.. Rita puas deh... batang Bapak nikmat sekali pada saat menyodok-nyodok memek Rita, Rita jadi kepingin tiap hari deh, apalagi di saat air hangat mengalir deras di rahim Rita... kalau Bapak gimana? Puas nggak.. sama Rita...?"
"Rit.. Bapak pun puas sekali.. Bapak senang bisa ngebongkar vagina Rita yang masih rapat.. terus terang... baru kali ini Bapak puas sekali bermain, sejak dulu sama istriku aku belum pernah puas seperti sekarang... makanya saya mau Rita siap kalau saya datang dan siap jadi istri kedua saya... gimana..?"
"Saya mah terserah Bapak aja."
"Sekarang saya pulang dulu yach.. Rita... besok aku ke sini lagi..."
"Oke... Pak.. janji yach... vagina Rita maunya tiap hari nich disodok punya Bapak..."
"Oke.. sayang..."
Kukecup pipi dan bibir Rita, aku mandi dan setelah itu kutinggal dia di apartemenku. Sejak itu setiap sore aku pasti pulang ke tempat Rita terlebih dahulu baru ke istriku, sering juga aku beralasan pergi bisnis keluar kota pada istriku, padahal aku menikmati tubuh Rita pembantuku yang juga istri keduaku, hal ini sudah kunikmati dari tiga bulan yang lalu dan aku tidak tahu akan berakhir sampai kapan, tapi aku lebih senang kalau pulang ke pangkuan Rita.
Ohhhh.. Rita, pembantuku? Istri keduaku?
TAMAT
Klik disini untuk Baca Cerita Selengkapnya ...

Montir Montir Perkasa

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Hari itu, sekitar jam tiga sore aku bersama sepupuku, Ellen baru saja sampai di rumahnya setelah jalan-jalan di mall. Setengah jam kami disana nonton VCD sampai pacarnya yang bernama Winston datang. Memang sih hari itu aku bermain ke sini agar bisa sekalian sorenya mengambil mobilku yang sedang di service rutin di sebuah bengkel di daerah Jakarta Timur yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah Ellen. Pas sekali saat itu Winston datang untuk nge-date jadi aku bisa ikut menumpang diantar ke bengkel itu.
Kamipun berangkat dari rumahnya dengan mobil BMW-nya Winston. Walaupun tidak terlalu jauh namun kami sedikit terjebak macet karena saat itu jam bubaran. Yang kukhawatirkan adalah takutnya bengkelnya keburu tutup, kalau begitu kan aku mau tidak mau harus tetap menumpang pada Winston padahal mereka mau pergi nonton dan aku tidak mau mengganggu kebersamaan mereka. Akhirnya tiba juga kami di bengkel itu tepat ketika akan tutup.
"Wah... sudah mau tutup tuh Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tahu masih keburu," kata Ellen.
"Tanyain dulu Ci, kita tunggu kamu di sini, kalau ternyata belum bisa ambil, kamu ikut kita jalan aja," Winston memberi saran.
Akupun segera turun dan setengah berlari ke arah pegawai yang sedang mendorong pintu.
"Mas... Mas tunggu, jangan ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya yang Hyundai warna merah yang dititip kemarin Selasa itu loh!" kataku dengan terburu-buru.
"Tapi kita sudah mau tutup non, kalau mau besok balik aja lagi," katanya.
"Ayo dong, Mas katanya di telepon tadi sudah bisa diambil, tolong dong bentar aja yah, saya sudah ke sini jauh-jauh nih!" desakku.
"Ada apa nih, Kos, kok malah ngobrol," kata seorang pria yang muncul dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria itu adalah montir yang menangani mobilku ketika aku membawa mobil itu ke sini, orangnya tinggi dan agak gemuk dengan rambut gaya tentara, usianya sekitar awal empat puluh, belakangan kuketahui bernama Fauzan, agaknya dia tergolong montir yang cukup senior di sini.
Akupun lalu mengutarakan maksud kedatanganku ke sini untuk mengambil mobilku itu padanya. Awalnya sih dia juga menyuruhku kembali lagi besok karena bengkel sudah tutup, tapi karena terus kubujuk dan kujanjikan bonus uang rokok akhirnya dia menyerah juga dan mempersilakanku masuk menunggu di dalam. Sebenarnya sih kalau bengkelnya dekat dengan rumahku aku juga bisa saja kembali besok, tapi masalahnya letak tempat ini cukup jauh dari rumahku dan macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali jalan.
Aku melambaikan tangan ke arah Ellen dan Winston yang menunggu di mobil pertanda masalah sudah beres dan mereka boleh pergi, merekapun membalas lambaianku dan mobil itu berjalan meninggalkanku. Pak Fauzan menjelaskan padaku tentang kondisi mobilku, dia bilang bahwa semuanya ok-ok saja, kecuali ada sebuah onderdil di bagian bawah mobil yang sebentar lagi tidak layak pakai karena sudah banyak berkarat (sory... Aku tidak mengerti otomotif selain menggunakannya, sampai lupa nama onderdil itu). Karena memikirkan kenyamanan jangka panjang, aku menanyakan kalau bagian itu diganti sekarang memakan waktu lama tidak, ongkos sih tidak masalah. Setelah berpikir sesaat dia pun mengiyakannya dan menyuruhku duduk menunggu.
Sejumlah pegawai dan kasir wanita sudah berjalan ke pintu keluar meninggalkan tempat ini. Di ruangan yang cukup luas ini tinggallah aku dengan Pak Fauzan serta beberapa montir yang sedang menyelesaikan pekerjaan yang tanggung. Seluruhnya ada empat orang di ruangan ini termasuk aku yang satu-satunya wanita.
"Masih banyak kerjaannya ya Mas?" tanyaku iseng-iseng pada montir brewok di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan sebuah Kijang.
"Dikit lagi kok Non, makanya mending diselesaikan sekarang biar besoknya lebih santai," jawabnya sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Fauzan sedang berjongkok di sebelah mobilku dan di sebelahnya seorang rekannya yang cuma kelihatan kakinya sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya di kolong mobil. Ternyata pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat jam sudah aku menunggu. Melihat situasi seperti ini, timbullah pikiran isengku untuk menggoda mereka. Hari itu aku memakai kaos ketat putih berlengan panjang yang dadanya agak rendah, lekuk tubuhku tercetak oleh pakaian seperti itu, bawahnya aku juga memakai rok putih yang menggantung beberapa senti di atas lutut. Maka bukanlah hal yang aneh kalau para pria itu di tengah kesibukannya sering mencuri-curi pandang ke arahku, apalagi sesekali aku sengaja menyilangkan kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku dan bertanya pada Pak Fauzan,
"Masih lama ya Pak?"
"Hampir Non, ini yang susah tuh melepas yang lamanya, habis sudah berkarat, sebenarnya sih pasangnya gampang saja, bentar lagi juga beres kok"
"Perlu saya bantuin enggak? Bosen dari tadi nunggu terus," tanyaku sambil dengan sengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri bertumpu di lantai sehingga otomatis paha putih mulusku tersingkap kemana-mana dan celana dalam merahku juga terlihat jelas olehnya.
Dia terlihat gugup dan matanya tertumbuk ke bawah rokku yang kelihatan karena posisi jongkokku. Aku yakin burungnya pasti sudah terbangun dan memberontak ingin lepas dari sangkarnya. Namun aku bersikap biasa saja seolah tidak mengetahui sedang diintip.
"Oohh... nggak... nggak kok Non," jawabnya terbata-bata.
"Hhoii... Obeng kembang dong," sahut montir yang dari dalam sambil mendorong kursi berbaringnya keluar dari kolong.
Begitu keluar diapun ikut terperangah dengan pemandangan indah di atas wajahnya itu. Keduanya bengong menatapku tanpa berkedip.
"Kenapa? Kok bengong? Liatin apa hayo...?" godaku dengan tersenyum nakal.
Kemudian kuraih tangan si montir yang sedang berbaring itu dan kuletakkan di paha mulusku, memang sih tangannya kotor karena sedang bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal itu lagi. Tanpa harus disuruh lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan sendirinya mengelus pahaku hingga sampai di pangkalnya, disana dia tekankan dua jarinya di bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup CD.
"Ooohhh..." desahku merasakan remasan pada kemaluanku.
Pak Fauzan menyuruhku berdiri dan didekapnya tubuhku serta langsung menempelkan bibirnya yang tebal dan kasar pada bibir mungilku. Tangannya mengangkat rokku dan menyusup ke dalam celana dalamku. Temannya tidak mau ketinggalan, setelah dia mengelap tangannya dia dekap aku dari belakang dan mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas dan lidahnya yang menggelikitik membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang masih tertutup baju diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos ketat-ku beserta bra-ku sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku yang berukuran 38 itu digerayangi dengan gemas, putingnya terasa makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipilin-pilin.
"Hei, ngapain tuh, kok nggak ngajak-ngajak!" seru si montir brewok yang memergoki kami sedang berasyik-masyuk.
Montir di belakangku melambai dan memanggil si brewok untuk ikut menikmati tubuhku. Si brewok pun dengan girang menghampiri kami sambil mempreteli kancing baju montirnya, kurang dari selangkah di dekatku dia membuka seluruh pakaiannya.
Wow... Bodynya padat berisi dengan dada bidang berbulu dan bulunya turun saling menyambung dengan bulu kemaluannya. Dan yang lebih membuatku terpesona adalah bagian yang mengacung tegak di bawah perutnya, pasti tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar pisang raja itu, warnanya hitam dengan kepala penis kemerahan. Dia berjongkok di depanku dan memelorotkan rok dan celana dalamku.
"Wah, asyik jembutnya item lebat banget, gua paling suka vagina kaya gini," si brewok mengomentari vaginaku.
Pak Fauzan dan temannya pun mulai melepasi pakaiannya masing-masing hingga bugil. Terlihatlah batang-batang mereka yang sudah menegang, namun aku tetap lebih suka milik si brewok karena nampak lebih menggairahkan, milik Pak Fauzan juga besar dan berisi, namun tidak terlalu berurat dan sekeras si brewok, sedangkan punya temannya lumayan panjang, tapi biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Aku sendiri tinggal memakai kaos ketat dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke bahu si brewok yang berjongkok sambil melumat vaginaku. Teman Pak Fauzan yang dipanggil 'Zul' itu menopang tubuhku dengan mendekap dari belakang, tangannya terus beraktivitas meremas payudara dan pantatku sambil memainkan lidahnya di lubang telingaku. Pak Fauzan sendiri kini sedang menetek dari payudara kananku. Aku menggelinjang dahsyat dan mendesah tak karuan diserbu dari berbagai arah seperti itu. Tanganku menggenggam penis Pak Fauzan dan mengocoknya perlahan.
"Oookkhh... Jangan terlalu keras," rintihku sambil meringis ketika Pak Fauzan dengan gemas menggigiti putingku dan menariknya dengan mulut, secara refleks tanganku menjambak pelan rambutnya.
Sementara si brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku seolah mau ditelan. Dia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku sehingga memberi sensasi geli yang luar biasa padaku, klitorisku juga dia gigit pelan dan digelitik dengan lidahnya. Pokoknya sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu, jauh lebih nikmat dari mabuk anggur manis. Aku menengokkan wajah ke samping untuk menyambut Zul yang mau melumat mulutku. Lihai juga dia berciuman, lidahnya menjilati lidahku dan menelusuri rongga mulutku, nafasku seperti mau habis rasanya.
Kemudian mereka membaringkanku di sebuah kursi panjang, Zul langsung mengambil posisi di selangkanganku, tapi segera dicegah oleh Pak Fauzan yang menginginkan jatah lubang lebih dulu. Setelah dibujuk-bujuk Zul pun akhirnya mengalah dari Pak Fauzan yang lebih senior itu. Sebagai gantinya dia mengambil posisi di dekat kepalaku dan menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati batang itu hingga basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil mengocok batangnya.
Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati oral seks itu, aku senang membuatnya mengerang nikmat ketika kujilati lubang kencing dan kepala penisnya. Pak Fauzan yang sudah selesai dengan pemanasan dengan menggesekkan penisnya pada bibir vaginaku kini sudah mengarahkan penisnya ke liang senggamaku.
Aku menjerit kecit ketika benda itu menyeruak masuk dengan sedikit kasar,
"Aaaaah... sssss.... uuuuuh..."
selanjutnya dia menggenjotku dengan gerakan buas. Aku meresapi setiap detil kenikmatan yang sedang menyelubungi tubuhku, semakin bersemangat pula aku mengemut penis si Zul, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk menambah kenikmatan pemiliknya. Dia mengerang keenakan atas perlakuanku yang memanjakan 'adik kecil'nya. Rambutku diremas-remas sambil berkata:
"Oooh... Terus Non, enak banget... Yahhh!"
Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok punya si brewok yang pada saat yang sama sedang melumat payudaraku. Dia sangat menikmati setiap jengkal payudaraku, dia menghisapnya kuat-kuat diselingi gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah di kulitnya yang putih. Sungguh kagum aku dengan penisnya dalam genggamanku, yang benar-benar keras dan perkasa membuatku tidak sabar ingin segera mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada penis Zul dan berkata pada si brewok,
"Sini dong Mas, aku hisap penisnya!"
Si brewok langsung menggantikan Zul dan menyodorkan penisnya padaku. Hmm... Inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka lebar-lebar mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak muat seluruhnya di mulut mungilku malah terasa sesak. Si Zul menggosok-gosokkan penisnya yang basah ke wajahku. Sambil dioral, tangan si brewok yang kasar dan berbulu itu meremasi payudaraku dengan brutal. Di sisi lain, Pak Fauzan melepaskan sepatu bersol tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua tungkaiku ke bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga menjilati betisku yang mulus. Aku benar-benar terbuai oleh kenikmatan main keroyok seperti ini.
Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu di buka dari dalam dan keluarlah seorang yang hanya memakai singlet dan celana pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia sepantaran dengan Pak Fauzan dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba mengingat-ingat orang ini, sepertinya pernah lihat sebelumnya, ooohh... Iya itu kan montir yang mendengar dan mencatat masalah yang kuceritakan tentang mobilku ketika aku membawanya ke sini. Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih basah dan acak-acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia lihat tapi kemudian dia mendekati kami.
"Weleh-weleh... Gua sibuk cuci baju di belakang, kamu-kamu malah pada enak-enakan disini," katanya "Lho, ini kan si Non cantik yang mobilnya diservis itu!"
"Sudah jangan banyak omong, mau ikutan nggak!" kata si brewok padanya.
Buru-buru si montir yang bernama Joni itu melepaskan celananya dan kulihat penisnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai sudah datang satu lagi, tambah berat deh PR-ku, demikian kataku dalam hati. Pak Joni mengambil posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-mana seakan takut tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot dan dilumat olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengerang sejadi-jadinya antara kesakitan dan kenikmatan, semakin lama semakin liar dan tak terkendali.
Pak Fauzan dibawah sana makin mempercepat frekuensi genjotannya pada vaginaku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi menahan cairan cintaku yang semakin membanjir. Di ambang puncak aku semakin berkelejotan dan tanganku semakin kencang mengocok dua batang penis di genggamanku yaitu milik Pak Joni dan Bang Zul. Zul juga menggeram makin keras dan Crot... Crot... Cairan putih kentalnya menyemprot dan berceceran di wajah dan rambutku. Sementara otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan cairan cintaku pun tak terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku mengejang hebat diiringi erangan panjang dari mulutku, tapi dia masih terus menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia cabut penisnya, diturunkannya juga kakiku.
"Gantian tuh, siapa mau vagina?" katanya.
Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati dan menyedot cairan vaginaku dengan rakus bagaikan menyantap semangka. Pak Fauzan menaiki dadaku dan menjepitkan penisnya yang sudah licin diantara payudaraku. Dia memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap vaginaku, tidak sampai lima menit, spermanya muncrat ke muka dan dadaku, kaosku yang tergulung juga ikut kecipratan cairan itu. Pak Fauzan mengelap spermanya yang berceceran di dadaku sampai merata sehingga payudaraku nampak mengkilap oleh cairan itu. Kujilati sperma di sekitar bibirku dengan memutar lidah.
Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbaring di kursi montir. Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar liang senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain membimbing batang yang besar itu memasuki liang vaginaku. Aku menggigit bibir dan mendesis saat penis itu mulai tertancap di vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang itu tertelan oleh liang surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-uratnya yang menonjol itu bergesekan dengan dinding vaginaku.
"Uuuuhh... nikmat sekali..." desisku.
Aku belum sempat beradaptasi, dia sudah menyentakkan pinggulnya ke atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan pinggulnya ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-turun. Mataku merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking nikmatnya. Kuraih penis Pak Joni di sebelah kiriku dan kukulum dengan bernafsu, begitu juga dengan penis Pak Fauzan, batang yang sedang kelelahan itu kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa spermanya kujilati hingga bersih. Kurasakan ada dua jari memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di sana, aku menengok ke belakang ternyata pelakunya Bang Zul yang entah kapan sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi kepalaku dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan pinggulnya seperti sedang bersenggama. Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala penis itu pernah menyentuh tekakku sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak mengurangi keaktifanku menggoyang tubuhku dan mengocok penis Pak Fauzan dengan tangan kiriku. Payudaraku yang ikut bergoyang naik-turun tidak pernah sepi dari jamahan tangan-tangan kasar mereka.
Sepertinya Bang Zul mau main belakang karena dia melebarkan duburku dengan jarinya dan sejenak kemudian aku merasakan benda tumpul yang tak lain kepala penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku penuh sudah terisi oleh tiga penis. Penis Pak Joni dalam mulutku makin bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-nyodokkannya pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan spermanya di mulutku. Belum habis semprotannya dia menarik keluar benda itu (thank god, akhirnya bisa menghirup udara segar lagi) sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, wajahku yang sudah basah oleh sperma Bang Zul dan Pak Fauzan jadi tambah belepotan oleh spermanya yang lebih kental dari milik dua orang sebelumnya.
"Aahh... Aahh... Dikit lagi Bang!" desahku karena sudah akan klimaks lagi.
Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga kemaluanku bersamaan dengan penis si brewok yang terasa makin membengkak dan sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku menegang dan desahan panjang keluar dari mulutku akibat orgasme panjang bersama si brewok. Cairan hangat dan kental menyemprot hampir semenit lamanya di dalam lubang vaginaku. Akhirnya tubuhku kembali melemas dan jatuh telungkup di atas dada yang bidang berbulu itu dengan penis masih menancap, sementara dari belakang Bang Zul masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku sampai dia menumpahkan spermanya di anusku lima menit kemudian. Setelah beristirahat lima menit, Pak Fauzan mengangkat tubuhku diatas kedua tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang adalah tempat pencucian mobil bersama teman-temannya.
"Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak?" tanyaku heran.
"Kita mau mencuci Non dulu soalnya sudah lengket dan bau peju sih," jawabnya sambil nyengir, kemudian memerintah si brewok untuk menyiapkan selang air.
Pelan-pelan dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri karena masih lemas sekali, jadi aku hanya duduk bersimpuh saja di lantai marmer itu.
"Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah," katanya sambil membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang bulat, hanya jam tangan, anting, dan seuntai kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku. Si brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.
"Awww... Dingin!" desahku manja merasakan dinginnya air yang menyemprot padaku.
Pak Joni melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati tubuhku yang masih disemprot si brewok, ketiganya mengerubungi tubuhku sambil tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan didekap mereka, tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk membasuh ceceran sperma yang lengket di sekujur tubuhku seperti sedang memolesi mobil dengan cairan pembersih.
Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin sehingga tubuh kami basah kuyup. Sesudah itu dia juga ikut bergabung menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dari depan, setelah puas menciumi dan meremas payudaraku dia menaikkan kaki kananku ke pingggangnya dan memasukkan penisnya ke vaginaku, mereka mengerjaiku dalam posisi berdiri. Pak Fauzan merangkulku dari belakang dan tak henti-hentinya mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Zul berjongkok meremasi dan menjilati pantat montokku yang terangkat dengan gemasnya. Si brewok menggerayangi payudaraku yang lain sambil menggelikitik telingaku dengan lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu. Beberapa menit kemudian Pak Joni klimaks dan menumpahkan spermanya di dalam vaginaku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka telentangkan di atas kap depan sebuah sedan berwarna silver metalik dan kembali aku disemprot dengan selang air hingga semakin basah.
Bang Zul membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke vaginaku. Mungkin karena sudah terisi penuh, maka ketika penis itu melesak ke dalamku, nampak sperma kental itu meluap keluar dari sela-sela bibir vaginaku. Aku kembali orgasme yang kesekian kalinya, tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemudian tak lama kemudian dia pun mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di atas perut rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbaring lemas diatas kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah.
Mereka juga sudah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada juga yang mengelap badannya yang basah. Pak Fauzan memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering. Aku menggerakkan tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Pak Fauzan dan Bang Zul selesai memasang onderdil yang tertunda, selesai pula perbaikan mobilku. Aku membayarkan biayanya pada Pak Fauzan yang ternyata masih saudara dengan pemilik bengkel ini, pantas dari tadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi tambahan sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara mereka berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh pegal-pegal, janji ke kafe dengan teman-teman pun terpaksa kubatalkan dengan alasan tidak enak badan.
TAMAT.
Klik disini untuk Baca Cerita Selengkapnya ...

Selasa, 24 April 2012

Oh Tanteku .... My First Sex

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Setelah lulus SMA, saya ingin merantau kuliah di Jawa. Oleh karena itu Surabaya yang menjadi tujuan, karena saya masih punya keluarga dari ibu di sana. Paling tidak mbah saya dari ibu masih lengkap dan tante-tante (bulik) dari ibu juga banyak di sana.
Mungkin saya cucu kesayangan, sehingga kedatangan saya disambut gembira oleh kedua mbah dan tante-tante. Rumahnya tidak terlalu besar, tetapi memiliki halaman lumayan luas. Kalau tidak salah yang ukurannya sekitar 500 m2. Selama mencari perguruan tinggi yang cocok, saya menginap di rumah mbah. Kelak jika sudah diterima di Perguruan Tinggi, saya berencana mencari kost.
Saya tidur sekamar dengan mbah. Berhubung kamarnya hanya cukup dimuat oleh sebuah tempat tidur ukuran besar, saya diajak oleh tante saya tidur di kolong tempat tidur mbah. Rupanya dia memang biasa tidur di situ dengan gelaran kasur tipis. Bagi saya malah enak tidur di kolong begitu, selain rada gelap, juga leluasa karena ternyata tempatnya cukup luas.
Satu, dua, tiga malam saya tidur biasa-biasa saja. Meskipun di sebelah saya tidur tante saya. Tante saya belum kawin dan beda usia kami sekitar 5 tahun. Dia adalah adik ibu saya yang terkecil. Dia memang anak bungsu. Saya tidak berminat sama tente saya ini, karena selain segan tentunya dia bukan tipe saya. Orangnya agak kurus, susunya juga tidak terlalu besar, ukurannya sekitar 34A. Meski dia sudah bekerja, tetapi cara berpakaiannya sederhana.
Jadinya saya walau tidur berdua dan bergelap-gelapan, tidak ada perasaan apa-apa. Sampai satu malam saya terbangun karena rasanya gerah. Pelan-pelan saya buka mata saya untuk mengenali situasi. Ternyata saya dijadikan guling oleh tante saya. Meski gerah, berat, dikeloni oleh tante saya, tentunya pelan-pelan ya saya tidak dapat netral lagi.
Sedapat mungkin saya menetralkan emosi. Namun, semampu-mampunya mengontrol emosi, ada juga yang tidak mau dikontrol. Tapi, saya tetap bersikap diam. Untungnya adik kecil ini tidak tertindih kaki tante saya, sehingga saya masih dapat berdiam. Waktu itu saya berpikir berkali-kali, menimbang berulang-ulang. Apakah ini kesengajaan atau tidak sengaja. Jika salah mengantisipasi, saya bisa berabe. Oleh karena itu lebih baik dianggap kurang mampu menanggapi peluang dari pada dianggap kurang ajar (gengsi kali ya).
Malam itu saya akhirnya tertidur sambil menahan beban, dan seingat saya paginya dia tidak lagi merangkul saya. Kami tidak berubah, dan dia bersikap seperti sebelumnya, meskipun pada mulanya saya rada rikuh juga menghadapi tante saya ini. Malam kedua saya agak lama tertidur, tante di sebelah nampaknya sudah lebih dulu lelap. Kini dia ulangi lagi memeluk saya. Celakanya adik kecil saya tertindih pahanya. Saraf motoriknya langsung bekerja untuk memuai, saya tidak kuasa mencegahnya. Kali ini pun saya tidak berani bereaksi. Saya nikmati saja seolah-olah saya keponakan tersayang tidurnya dikeloni. Ya apa boleh buat, sama sekali saya tidak berani membayangkan mencumbui tante saya ini, jadi ya saya pasrah jadi orang bego.
Setelah kejadian dua malam itu, saya jadi merindukan segera tidur lagi. Malam ketiga kami masuk ke bawah kolong bersama-sama setelah keadaan kamar mbah gelap. Dia senyum yang saya tidak tahu artinya, dan terpaksa saya balas juga senyumnya sekedar menghormati. Seperti biasa, saya memang lebih sering tidur telentang, dan biasanya sampai pagi tetap begitu. Tante langsung memeluk saya, padahal dia belum tidur. Komputer di kepala langsung menganalisa, ooo.., ternyata selama ini ada unsur kesengajaan. Tapi kesengajaan dalam rangka apa, susah pula ditebak.
Kalau dalam keadaan sadar begini saya tetap diam, saya khawatir dianggap tidak normal, atau paling tidak demi penghormatan saya harus merespon. Jadilah saya membalas ikut merangkulnya. Ada celakanya, karena tangan saya sebelah kiri tertindih badannya, dan posisinya kira-kira menyentuh bagian selangkangan tante saya. Wah posisi susah ini, mau digeser jalannya buntu, tidak digeser, nyaris menyentuh vaginanya.
Kesemutan deh tangan ini akhirnya, karena saya tidak berani menggerakkan tangan itu. Kami saling berhadapan, dan ternyata mulut saya tidur lebih rendah, sehingga kening saya tepat di depan mulutnya. Saya merangkul tanpa mengeluarkan kata-kata, dan tanpa gerakan apa pun. Eh lha kok dia nyium kening saya, dan makin mengeratkan rangkulan. Saya jadi terjebak harus mencium lehernya. Untung tadi sebelum tidur saya sempat berbalur baby cologne, jadi bau badan saya mungkin seperti bayi. Saya pun mengendus bau bedak yang segar dari tubuh tante.
Ciuman tante kok kayaknya bukan ciuman seperti dari ibu ke anaknya, tapi ada rasa lain. Sebabnya dia bertubi-tubi menciumi saya di sekitar kening, lalu pelan-pelan ke mata, ke hidung, ke pipi. Saya berkesimpulan tante saya ini mulai bernafsu, dan keputusan saya hanya menikmati serangannya dan berusaha tetap pasif namun kooperatif.
Pelan-pelan saya dongakkan kepala, sehingga ia berhasil mencapai bibir saya. Kini dia tidak lagi sekedar merangkul tetapi mulai agak menindih dan dengan ganasnya menyedot mulut saya, dan memainkan lidahnya ke dalam mulut saya. Saya merespon seadanya, sebagai tanda saya menghormati inisiatifnya. Untungnya kamar mbah saya ini di bagian depan rumah, jadi dekat dengan jalan, sehingga suara-suara lalu lintas di jalan membuat kamar ini tidak hening. Jadi jika pun ada suara-suara yang keluar dari cumbuan kami, hampir pasti tidak terdengar ke atas.
Saya baru sadar jika payudara yang menempel di dada saya ini tidak dilapis BH. Dan untungnya dia mengenakan daster dengan kancing di depan dan belahan dadanya agar rendah. Tante saya ini aktif sekali, dia buka pelan-pelan kancing piyama saya dan dia ciumi dada dan puting susu saya. Aduh gelinya dan rangsangannya sulit saya pendam lagi.
Tiba-tiba ditariknya kepala saya ke bagian dadanya, dan sepertinya dia menyuruh saya menciumi bagian dadanya. Dia pun membuka satu persatu kancing di dadanya. Ya ampun, payudaranya kenyal sekali. Putingnya yang masih kecil saya jilati dan sedot bergantian kiri dan kanan. Dia seperti kepedasan, tapi mendesisnya berbeda.
Tangannya perlahan-lahan merambat ke selangkangan saya. Dia meraba adik saya dari bagian luar celana yang rasanya sudah mau meledak. Dikucel-kucelnya celana saya dengan gerakan hiperaktif. Saya jadi pecah konsentrasi menciumi payudaranya, sehingga akhirnya saya posisikan diri telentang. Dengan demikian tanggannya lebih leluasa meraba anu saya dari luar. Dia tidak puas pelan-pelan mencari celah untuk memasukkan tanggannya ke dalam celana saya. Digenggamnya rudal saya, dan dikocok-kocok. Saya menjadi sangat terangsang. Tetapi saya berhasil mengendalikan diri agar tidak cepat muncrat.
Dilucutinya celana saya sehingga rudal tegak bebas siap diluncurkan. Sementara itu tangannya membimbing tangan saya mengarahkan ke vaginanya. Saya turuti tanpa perlawanan, dan segera mencari segitiga emasnya. Saya raba dari bagian luar dasternya, dan pelan-pelan saya tarik dasternya ke atas sehingga tangan saya dapat menyentuh CD-nya. Celananya terasa agak lembab terutama di bagian bawah. Tangan saya berusaha mencari jalan ke dalam celana dalamnya dan mendapati gundukan dengan bulu tipis dan belahan yang basah.
Segera saya cari klitorisnya. Dia lalu tidur telentang sambil berusaha melepas CD-nya sendiri. Setelah tanpa CD dia memberi keleluasaan tangan saya mengucek-ucek klitroisnya. Dalam hal mengucek, saya telah memiliki ketrampilan, sehingga gerakan saya sangat diresponnya dengan rangsangan yang semakin hebat dirasakannya. Dia kini tidak lagi mengocok-kocok rudal saya, sudah lupa kali.
Tidak lama kemudian tangan saya dijepitnya dengan kedua paha dan tangannya menekan tangan saya ke kemaluannya. Saya berhenti mengucek-ucek. Vaginanya terasa berdenyut-denyut seperti denyutan kalau rudal saya memuntahkan pelurunya. Dalam keadaan orgasme itu saya segera menyergap mulutnya, dan saya sedot kuat-kuat. Dia sampai terengah-engah, dan saya kembali telentang sambil rudal tetap siaga di tempatnya. Saya pasrah saja tidak lagi mengambil inisiatif apa-apa.
Sekitar 5 menit kemudian dimiringkan badannya menghadap saya. Dan saya pun ditariknya agar juga miring menghadap dirinya. Ditepatkan vaginanya ke rudal saya, dan kakinya sebelah naik ke badan saya. Rudal saya digesek-gesekkan ke vaginanya, dan sesekali dia usahakan dimasukkan ke dalam liang vaginanya. Tapi usaha memasukkan itu selalu gagal, karena sempitnya liang senggama itu. Saya pasrah saja. Habis kolong tempat tidur itu begitu rendah, sehingga tidak mungkin saya mengambil posisi menindihnya.
Linu juga rasanya kepala rudal ini digosok-gosokkan ke arah klitorisnya, tetapi dia sangat menikmati sampai akhirnya dia kelojotan sendiri karena orgasme. Saya tetap pada posisi nanggung, sementara dia sudah 2 kali Orgasme. Apa boleh buat lah, tidak ada kesempatan dalam kesempitan. Tiba-tiba dia keluar dari kolong menuju kamar mandi. Barangkali mencuci kemaluannya karena sudah belepotan dengan cairannya sendiri.
Tidak lama kemudian dia masuk kembali, dan segera menyusup ke bawah kolong. Tapi dia tidak langsung di sisi saya, posisinya nanggung, dan mulutnya dekat sekali ke rudal saya yang sudah kembali berada di balik celana, meski voltase-nya belum turun. Ditariknya celana saya pelan-pelan, dan segera disergap peluru kendali itu dengan sedotan yang sangat kuat. Rasanya seluruh saluran mani dan kencing bagai ditarik keluar, linu geli dan enaknya bukan main.
Perlahan-lahan dan hati-hati dia memposisikan liang senggamanya menghadap ke mulut saya, dan dia tarik badan saya sampai pada posisi miring. Saya tahu maksudnya, agar saya menciumi kemaluannya. Dan astaga.., ketika saya buka dasternya ke atas, dia tidak lagi mengenakan CD dan vaginanya bau wangi sabun. Pelan-pelan saya julurkan lidah saya ke arah belahan kemaluannya, dan mencari klit-nya. Kepala saya dijepit diantara kedua pahanya, sehingga saya susah bergerak. Sementara rudal masih terus dilomoti dan disedot.
Saya temukan klit-nya, dan perlahan-lahan saya jilati terus menerus dengan gerakan yang sedapat mungkin konstan. Dia semakin semangat menghisap rudal saya, saya pun makin tinggi, mungkin dia juga karena gerakannya makin tidak terkontrol. Saya menikmati gerakannya yang sedang terangsang, saya jadi makin terangsang dan siap meledak. Tidak lama berselang, saya pun meledak tetapi saya berusaha terus menjilati. Mendapati ledakan saya rupanya dia pun terpicu pada orgasme karena tiba-tiba kepala saya dijepit sekuat-kuatnya.
Saya tidak tahu apakah mani saya ditelan atau tidak, karena saat mau meledak tadi saya tidak beri aba-aba, tetapi ketika meledak pun dia tidak melepaskan rudal saya. Sesaat tembakan terakhir saya, kepala rudal ini rasanya ngilu luar biasa sehingga saya menahan kepalanya agar tidak bergerak. Lemas rasanya badan saya seperti habis lari marathon 10 km. Saya tidur telentang dan rasanya dia mengelap mani saya yang tercecer dengan kain, yang mungkin sudah disiapkan.
Hampir setiap malam kami melakukan seperti itu. Dan polanya selalu serupa. Sampai suatu malam kami menikmati yang lebih leluasa. Pasalnya mbah berdua menginap di salah satu rumah anaknya. Jadilah kami yang harus tidur berdua di tempat tidur mbah.
Kami masuk ke kamar tidur seperti biasanya sekitar jam 10 malam. Pintu langsung dikunci dan kamar gelap gulita. Kami memulainya dengan cumbuan berat sampai akhirnya telanjang bulat berdua. Dia mengarahkan badan saya agar menindihnya dan kakinya dilebarkan dan ditekuk sehinga lubang vaginanya terbuka lebar. Pelan-pelan dituntunnya rudal saya ke arah lubang vaginanya yang telah siaga.
Saya terus terang tidak tahu apakah dia perawan atau tidak, tetapi nyatanya memperjuangkan kepala rudal masuk ke lubang vaginanya susahnya bukan main. Setelah kepala rudal terbenam, pelan-pelan saya dorong tetapi masih sulit, meskipun dia sudah membuka selebar-lebarnya. Sambil saya tekan pelan, saya lebih tegangkan rudal saya sampai menjadi sangat kaku. Cara ini ternyata mampu menembus ke dalam gua lebih dalam. Tetapi tetap saja ada halangan. Dia agak merintih sambil berbisik, sakiitt. Saya tahan setengah jalan, mungkin baru sepertiga perjalanan. Lalu saya tekan sedikit sambil kembali menegangkan rudal, masuk lagi sedikit. Rasanya sudah setengah batang saya terbenam. Dia tahan lagi badan saya karena katanya sakit. Saya pun menahan, lalu menarik sedikit dan mendorong sedikit. Jadi untuk beberapa saat kami main setengah tiang. Dia mulai merasa nikmat dengan permainan setengah tiang itu, sementara saya merasakan nikmat yang tanggung.
Sambil menarik dan mendorong, saya mencuri dorongan lebih banyak dan seperti gerakan piston, ternyata batang saya mulai lebih jauh terbenam. Meskipun begitu, masih ada seperempat bagian yang tersisa masih belum dapat masuk karena terhalang sakit. Saya kembali bermain tigaperempat tiang, dan pada satu kesempatan setelah gerakan itu licin, saya hunjam sampai seluruh batang saya tertanam. Merdeka, saya berhasil, meski dia mendesis rada kesakitan. Saya berhenti untuk memberi kesempatan agar rasa sakitnya berkurang. Pelan-pelan saya gerakkan maju mundur lagi. Kini dia tidak lagi merasakan sakit seperti semula. Tapi mungkin masih ada sakit meski sedikit. Saya lakukan gerakan pelan sambil mencari posisi yang tepat.
Sampai pada posisi dimana dia memberi respon saya bertahan di posisi itu. Tidak lama kemudian dia mengunci badan saya dan saya rasakan vaginanya berdenyut, padahal saya juga sudah hampir dan sudah lari pada persneling 5. Kini terpaksa kembali ke posisi netral dan maju lagi perlahan-lahan dengan persneling satu, dua sampai lima saya pusatkan perhatian karena saya sudah hampir meledak. Saya tidak lagi dapat memikirkan apa-apa ketika rudal saya hampir meledak, dia malah kelojotan dan berdenyut-denyut vaginanya membuat ledakan saya bagaikan bom atom. Mungkin kami mencapai orgasme yang sama.
Saya tidak lagi dapat menimbang harus ditembak di dalam atau di luar, pokoknya pada saat itu rasa enak sudah mengalahkan semua pertimbangan. Malam itu kami main sampai 3 kali. Celakanya atau untungnya mbah menambah hari menginapnya sehingga malam kedua kami mengadakan reli dan memecahkan rekor saya 9 kali ejakulasi, dia entah berapa kali, karena saya tidak mampu menghitung, apalagi permainan saya makin lama untuk ronde-ronde berikutnya. Pada ejakulasi yang kesembilan rasanya tinggal angin saja yang keluar dari peluru kendali ini.
Seharian itu kemudian saya tidur kecapaian, selain membalas tidur malam yang terbengkalai, juga memulihkan tenaga yang musnah. Meskipun sudah demikian jauh kami berbuat, tetapi jika di hadapan saudara-saudara kami tidak berubah sikap, artinya saya tetap saja menganggap dia tante saya dan saya keponakannya. Tapi di balik itu kami punya cerita yang dahsyat. Setelah reli itu saya sampai sekarang tidak pernah mampu lagi mencapai 9 kali dalam semalam meskipun dengan wanita yang lain.
TAMAT.
Klik disini untuk Baca Cerita Selengkapnya ...

Gadis Gadis Alim

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

"Ehhh... ada tamu. Temannya Mbak Uswatun ya?" sapa Upik ketika pulang kuliah dan masuk ruang tamu. Heran juga ia melihat tiga lelaki yang berpenampilan agak kasar itu ada di dalam rumah kostnya.
"Ih, Uswatun kok punya temen serem gitu sih," batinnya.
"Iya Mbak. Baru pulang kuliah?" sahut salah satu dari para 'tamu' itu, sambil mengepulkan asap rokoknya.
"He..eh, baru pulang nich. Sudah ketemu Uswatunnya?"
"Belum Mbak. Dari tadi nggak keluar-keluar," sahut lelaki tadi sambil melirik dua temannya yang cuma senyum-senyum.
"Iya deh, aku panggilin ya?"
Upik setengah berlari ke kamar Uswatun. Pintunya tertutup rapat.
Langkahnya berhenti di depan kamar karena mendengar suara rintihan seorang perempuan.
"Mbak....mbak Us....kenapa Mbak?" Upik mengetuk pintu.
"Eungghhh....aunghhh....mmmmfff..." yang terdengar justru sahutan erangan Uswatun yang tengah menerima gempuran habis-habisan di vagina dan mulutnya.
Upik memberanikan diri membuka pintu. Matanya langsung terbeliak melihat seorang gadis berjilbab terikat di ranjangnya, ditindih dua lelaki telanjang. Upik langsung berbalik, lari...
"Tolooongg....tolooong...." teriaknya agak keras.
Baru lima langkah berlari, Upik terpaksa berhenti karena tiga lelaki yang tadi di ruang tamu menghalangi jalannya.
"Ada apa, Mbak?"
"Us...Uswatun...di...diper...kosa..." Upik terbata-bata.
"Ooo itu...itu bukan diperkosa namanya. Itu cuma peristiwa masuknya kontol ke dalam tempik...."
Upik seperti mendengar petir saat lelaki di depannya mengatakan itu.
Ia berupaya menghindar dan lari lagi.
"Toollloooo.....mmmbbbppp...."
Dua lelaki mencengkeram kedua lengannya dan salah satu membungkam mulutnya. Matanya melotot ketakutan. Apalagi satu lelaki lagi menempelkan belati ke pipinya.
"Jangan coba-coba teriak, mengerti!" desisnya. Upik mengangguk dan mulutnya tak dibungkam lagi.
"Ja...jangan...perkosa saya...." ibanya.
"Seperti kami bilang. Kami tak akan memperkosa. Cuma memasukkan kontol-kontol kami ke dalam tempik kalian. Ingat, kamu hanya boleh merintih dan mengerang. Kalau coba-coba teriak, kamu bisa kehilangan ini...."
"Adudududuhhh...iya...iya...lepaskan....aduhhh..." Upik memekik.
Lelaki di depannya mencengkeram payudara kanannya dari luar jilbab dan jubahnya. Begitu keras cengkeraman itu seolah gumpalan daging itu bakal lepas dari tempatnya.
"Awwhhh...awwhhhh...." Upik mengaduh ketika tiba-tiba dua hantaman tinju seperti disengaja diarahkan ke kedua payudaranya. Pukulan sekali lagi menghantam selangkangannya membuatnya tersungkur di lantai dengan nafas tersengal.
Upik tak bisa berteriak ketika salah satu lelaki merobek bagian bawah pakaiannya dan mengikat kedua tangannya ke belakang dengan sobekan kain. Lelaki itu merobek lagi jubah abu-abunya dan menyumpal mulutnya dengan sobekan kain.
Mahasiswi se-Fakultas dengan Uswatun itu lalu dipaksa berdiri oleh seorang lelaki yang merengkuhnya dari belakang. Upik meronta dan merintih ketika melihat lelaki di depannya menyingkapkan jilbabnya ke pundaknya, lalu mencengkeram keras payudaranya lagi. Gadis asal desa perbatasan Yogya-Jateng itu makin ketakutan ketika jubahnya dilucuti.
Dua lelaki di depannya tertawa-tawa melihat gadis itu kini hanya mengenakan BH dan celana dalam. Lelaki yang memegang belati kemudian menempelkan belatinya ke leher Upik. Upik merinding, apalagi belati itu kemudian bergerak turun, melingkari gundukan daging payudaranya yang menyembul dari kantung BH.
Lalu mata pisau itu menyelip di sambungan kantung BH. Sekali tarik, BH-nya putus dan langsung direnggut lelaki satunya. Upik terisak saat lelaki itu menyentuhkan ujung belati ke dua putingnya yang mungil dan hitam. Sementara lelaki di belakang menggenggam kedua payudaranya yang montok sehingga makin menjulang.
Upik gemetar ketika kemudian pisau itu ditempelkan ke bawah, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya. Logam yang dingin menyentuh celah bibir vaginanya, membuatnya gemetar. Sekejap kemudian, celana dalamnya juga menjadi mangsa pisaunya itu. Kini tak ada seutas benangpun menutupi tubuhnya yang kuning langsat, kecuali sehelai jilbab dikepalanya dan kaus kaki krem.
Takut bercampur malu sungguh menyiksanya, sebab belum pernah orang lain melihat tubuhnya tanpa pakaian. Apalagi, tiga lelaki itu kini berebut meremas vaginanya yang berambut tipis.
Upik putus asa. Air mata menitik dari kedua matanya. Tiga lelaki itu kini sudah melepas celana mereka dan memperlihatkan penis yang hitam dan besar. Upik kini dipaksa berbaring telentang di lantai saat lelaki yang memegang pisau mengangkat kedua belah kakinya ke atas.
"Ampuun....ooohh...jangann....aaaaakkhhh...."
Tanpa basa-basi, ia masukkan penisnya ke dalam vagina Upik. Mahasiswi cantik itu mengerang panjang merasakan vaginanya sangat pedih. Ia merasa ada yang koyak di dalamnya. Ia makin tak karuan ketika sumbat mulutnya dilepas lalu lelaki lain memaksanya mengulum penisnya. Sementara lelaki ketiga hanya meremas-remas buah dadanya, menarik-narik putingnya dan mencabuti bulu kemaluannya.
Setelah beberapa menit, lelaki yang merenggut mahkotanya mencapai klimaks dan menumpahkan sperma ke dalam rahimnya. Disusul oleh rekannya yang menumpahkan sperma di dalam mulutnya. Upik terbatuk sehingga semprotan sperma berikutnya menodai wajah lembutnya serta jilbab abu-abunya. Lelaki ketiga tak mau berlama-lama, memperkosa Upik yang lunglai dengan kasar, lalu menyemprotkan sperma ke wajahnya lagi.
***
Mulut Upik yang penuh sperma sudah disumbat lagi. Ia masih terikat ketika diseret ke kamar mandi, lalu selang yang menyemprotkan air deras disodokkan ke vaginanya. Air yang mengalir ke luar berwarna merah bercampur lendir putih. Upik kelojotan menahan pedih.
Dari kamar mandi, tiga lelaki itu mengacungkan jempol kepada dua rekannya yang tadi mengerjai Uswatun. Pintu kamar Uswatun terbuka dan terlihat gadis itu pingsan. Ketiga lelaki itu lalu kembali ke ruang tamu, menunggu 4 gadis lainnya yang belum kembali.
Sementara dari dekat kamar mandi kembali terdengar jerit atau lebih tepatnya rintihan Upik yang diseret dua lelaki yang tadi memperkosa Uswatun. Dengan tangan tetap terikat, Upik dibaringkan di atas meja makan. Kakinya menjuntai ke bawah meja.
Sobekan celana dalamnya kemudian disumpalkan ke mulutnya sendiri. Karena itu ia hanya bisa mengerang ketika vaginanya jadi sasaran pemuas mulut. Kedua payudaranya yang tak seberapa besar pun dicengkeram dan dijilati. Lalu, terasa vaginanya kembali disodok penis yang keras dan panjang.
Upik mengerang panjang ketika kedua putingnya ditarik ke atas tinggi-tinggi. Otot-otot vaginanya berkontraksi ketika ia kesakitan.
Akibatnya, pemerkosanya terangsang untuk terus menyakitinya. Kali ini, sambil memajumundurkan penisnya, lelaki itu mencabuti sehelai demi sehelai rambut kemaluan Upik yang lebih lebat dari milik Uswatun.
Upik terisak-isak ketika lelaki itu akhirnya usai dan menyemprotkan spermanya ke dalam rahimnya. Tapi itu belum berakhir. Lelaki kedua kini menekan-nekan anusnya dengan telunjuk. Diolesinya lubang sempit itu dengan sperma temannya yang meleleh keluar dari celah vaginanya.
"Ngghhh....ngghhhhh..." Upik melengkungkan punggungnya saat telunjuk lelaki itu mulai menyusup masuk. Lalu, satu jari lagi menyusul.
Upik mengerang keras. Belum pernah ia merasakan sakit seperti itu. Apalagi kemudian dua jari lagi masuk. Lalu, dua telunjuk dan dua jari tengah, bergerak ke arah berlawanan, melebarkan lubang anusnya.
Lelaki itu kini menempatkan kepala penisnya di lubang itu dan melepaskan tarikannya.
Upik merintih...sesuatu yang besar terasa mengganjal di pintu liang anusnya. Apalagi, lelaki itu kemudian mulai mendorong. Upik mengerang dan meronta sejadinya. Bagian bawah tubuhnya seakan terbelah.
Lelaki itu terus menyodominya. Tiap ditarik keluar, terlihat penisnya bernoda darah. Tetapi itu justru membuatnya makin bernafsu. Tangan kanannya meremas-remas kedua payudara Upik, seolah hendak meremukkannya. Tangan kirinya meremas vagina Upik dan dua jarinya masuk jauh ke dalam. Lalu dengan tusukan jauh ke dalam, lelaki itu menumpahkan spermanya ke dalam anus mahasiswi itu. Hanya beberapa saat sebelumnya, Upik pingsan...
***
Dua jam lebih, kelima lelaki itu menunggu gadis lainnya datang. Upik masih pingsan di meja makan. Uswatun yang siuman tak mampu melakukan apapun. Namun, ketika seorang di antara pemerkosanya masuk kamar dan iseng mengolesi kedua puting dan klitorisnya dengan rheumason, ia kelojotan menahan panas.
Kelima lelaki itu nyaris bersorak ketika mendengar deru motor di depan rumah. Dari jendela ruang tamu terlihat, Erika turun dari motor yang dikendarai seorang gadis berjilbab pendek. Mata kelima lelaki itu tak lepas dari sepasang payudara pengendara motor itu. Sebab, meski berjilbab, ia mengenakan kaus lengan panjang ketat berwarna pink, sewarna dengan jilbabnya. Saking ketatnya, bentuk tubuhnya begitu kentara, terutama tonjolan besar di dadanya. Bahkan, jilbab kecilnya tersingkap menampakkan leher T-Shirt yang lebar. Bahunya yang putih terbuka dan sebelah tali BH putih yang kecil terlihat di situ.
"Kita dapat dua lagi..." bisik pimpinan komplotan itu. Tapi ia kecewa melihat gadis itu kembali menstarter motornya.
Kekecewaannya terobati begitu mendengar Erika berkata:
"Jangan lupa jemput jam 3 ya?"
Gadis berkaus ketat itu pun pergi. Dan kini Erika dengan santainya masuk rumah, mendorong pintu ruang tamu yang sedikit terbuka.
"Eh...ada tamu. Cari siapa ya..?" Erika menyapa setelah agak terkejut melihat ruang tamu berisi 5 lelaki yang tak dikenal.
"Cari Erika dong..." kata pimpinan komplotan yang duduk tepat di sisi Erika berdiri.
"Cari saya? Ada perlu apa ya?" Erika mengerutkan keningnya.
"Perlunyaaa....mau lihat memek kamu..." sambil berkata begitu, lelaki itu menangkupkan telapak tangannya, tepat di pangkal paha Erika.
"Eiiihhh...." Erika berkelit mundur. "Jangan kurang ajar ya..." katanya.
"Kami nggak akan kurang ajar kalau kamu tidak berteriak dan mau menurut perintah kami..."
Erika ketakutan ketika melihat lima lelaki itu masing-masing menghunus pisau lipat. Ia mencoba lari, tetapi seorang di antara mereka berdiri di depan pintu.
"Kalian mau apa...?" katanya lirih, wajah cantiknya menjadi pucat.
"Seperti kubilang tadi, mau lihat memekmu. Ayo, sekarang buka baju. Ayo…, jangan sampai kami robek-robek bajumu dengan pisau ini," sahut pimpinan komplotan.
"Saya... saya...nggak mau..." sahut Erika.
"Kalau nggak mau, kamu bisa bernasib seperti Uswatun dan Upik,"
"Uswatun....Upik...kalian apakan mereka?"
"Coba kamu lihat sendiri. Kalau kamu tak ingin seperti mereka, cepat balik ke sini lagi"
Erika cepat berlari ke dalam. Sejurus kemudian terdengar Erika memekik menyebutkan nama teman-temannya. Kelima lelaki itu tertawa-tawa. Tawa mereka makin menjadi melihat Erika kembali kepada mereka dengan wajah panik.
"Jangan...jangan perkosa saya..." katanya lirih.
"Tentu tidak, sayang...Asal kamu menuruti semua perintah kami," sahut pimpinan komplotan. "Nah, sekarang buka rokmu," lanjutnya.
Erika gemetar. Di bawah tatapan 5 pasang mata, ia menurunkan ritsleting rok panjangnya. Di baliknya ada rok dalam. Itupun segera lepas. Erika menunduk. Tangannya bersilangan di depan pangkal pahanya. Ia kini hanya memakai blus panjang 20 cm di atas lututnya dan jilbab yang juga panjang. Para lelaki itu berdecak melihat sepasang pahanya yang putih mulus.
"Jilbab. Nggak usah dibuka, sampirkan ke pundak," perintah pimpinan komplotan.
Wajah Erika makin merah padam saat blusnya akhirnya harus lepas. Lalu kaus dalam pun lepas. Tinggal kini jilbab, bra dan celana dalam putih yang menampakkan ketembaman bukit vaginanya.
"Yah...kamu cantik sekali. Nah, sekarang keluarkan satu tetekmu!"
Erika terisak. Tangannya gemetar menyelusup ke balik cup kanan BH-nya dan ... kelima lelaki itu bersorak melihat payudara yang indah menyembul keluar dari wadahnya. Putih mulus padat dengan puting mungil berwarna pink.
"Ayo, anggap saja kamu jualan susu. Bawa ke sini susu itu."
Erika yang tak punya pilihan lain pun berkeliling. Satu demi satu srigala-srigala itu menjilat dan mengulum putingnya. Sementara tangan-tangan mereka mulai menjamah kemaluannya.
Usai lelaki kelima 'mimik cucu', Erika diminta berbalik.
"Nah, sekarang bagian terpenting. Buka celanamu dan sekarang kamu jualan memek," perintah pimpinan komplotan.
Isak Erika makin keras saat ia menurunkan celana dalamnya.
Kemaluannya yang berbulu tipis pun terbuka bebas. Edan, ia kemudian diperintah naik ke atas sofa ruang tamu dan mengangkangi satu persatu wajah kelima lelaki itu.
Erika kini menangis. Kelima lelaki itu menjilati vaginanya.
Akhirnya, begitu lelaki kelima usai, Erika terkejut karena kedua tangannya diringkus ke belakang dan langsung diikat.
"Eh...uhh...kok diikat sih?" katanya.
"Ya...supaya kamu nggak ngelawan. Soalnya pertama kali pasti sakit sekali..."
Erika terkejut, tetapi terlambat. "Ka...katanya...kalian nggak akan memperkosa saya..."
"Tadinya begitu...tapi melihat memekmu ini, jadi nggak tahan..."
Erika panik.
"Kalian bohong...kalian...penipu...." jeritnya.
"Bukan...bukan penipu. Tepatnya...pemerkosa," sahut pimpinan komplotan sambil berdiri dan mendorong Erika hingga jatuh terlentang di meja ruang tamu. Erika berontak tapi seorang lelaki langsung mengangkangi wajahnya. Tanpa banyak kesulitan, lelaki itu menyumpal mulut Erika dengan penisnya yang besar.
Erika panik ketika merasakan sesuatu yang hangat dan keras menekan pintu liang vaginanya. Ketakutannya terbuktI ketika akhirnya ia merasakan sesuatu itu mulai menerobos dan....
"Nggghhhh....nnggghhhhhhh....mffffff...." Erika mengerang sejadinya saat lelaki itu dengan tiba-tiba mendorong penisnya jauh ke dalam vagina perawannya.
Satu persatu kelima lelaki itu menumpahkan sperma ke mulut, rahim dan wajah lembut Erika. Namun, ketika seorang di antara mereka menerobos anusnya, Erika tak kuat lagi. Ia akhirnya pingsan. Tetapi tetap saja sperma lelaki itu ditumpahkan ke dalam anusnya.
***
Uswatun, Upik dan Erika masih pingsan. Upik di meja makan, Uswatun di kamarnya bersama Erika yang masih terikat, dibaringkan di sebelahnya.
Kelima lelaki itu masih belum puas. Tiga gadis belum cukup. Apalagi, masih ada empat lagi yang segera datang.
Betul saja, sekitar pukul 13.30, terdengar deru sepeda motor langsung masuk ke garasi samping. Kelima lelaki itu mengintip dari ruang tamu.
Tampak seorang gadis berseragam blus panjang sepaha dan rok panjang abu-abu serta jilbab putih setengah berlari ke kamar mandi.
Inda, gadis remaja itu begitu kebelet pipis. Sampai-sampai ia tak melihat ada apa di atas meja makan, 5 meter dari kamar mandi. Yang jelas, di kamar mandi, ia menarik ke atas rok panjangnya, menurunkan celana dalamnya dan jongkok. Lalu...cuuurrr...
Usai membersihkan kelaminnya, dengan wajah lega Inda keluar kamar mandi. Namun...
"Eehhh...ada apa ini? Ehhh...Mbak Upik....?" Inda terpekik.
Di depannya, seorang lelaki meringkus Ummi. Di tangan lelaki yang meringkusnya ada sebilah clurit yang ditempelkan di lehernya, menekan jilbab gadis Jepara itu. Inda juga terkejut melihat Upik yang pingsan tergeletak telanjang di meja makan.
Upik cuma bisa menggumam dan menggeliat-geliat ketika tiga lelaki di sekelilingnya meremas-remas payudara dan selangkangannya. Sementara Inda masih kebingungan.
"Oke adik kecil. Kamu lihat mbakmu di meja makan itu? Lihat juga yang di kamar ini..." kata seorang lelaki sambil membuka pintu kamar Uswatun. Inda memekik lagi melihat keadaan di dalam kamar.
"Kalian...mau...apa...?" katanya gemetar.
"Nah. Itu pertanyaan bagus. Lihat clurit ini, siap memotong leher Mbakmu, kalau kamu membantah perintah kami. Oke, sekarang lepas rokmu. Perlihatkan kepada kami memek yang barusan kamu bersihkan itu," lanjut lelaki itu.
Wajah Inda pucat pasi. Ia berdiri gemetar.
"Cepat...!!!"
"Mmmmfff...ngghhh..." Upik meronta, clurit itu ditarik ke arah lehernya.
Inda ketakutan. Cepat-cepat ia memelorotkan rok abu-abu panjangnya. Kelima lelaki itu berdecak melihat kemulusan paha Inda di bawah blus putihnya.
"Celana dalam juga!" lanjut lelaki yang meringkus Upik. Upik kembali mengerang saat clurit ditarik lagi ke arah lehernya.
Inda memelorotkan celana dalamnya. Kelaminnya tak sampai kelihatan karena tertutup blus panjangnya.
"Bagus, sekarang angkat bajumu dan kamu keliling tawarkan memek kamu,"
Inda perlahan mengangkat blusnya. Kelima lelaki itu kembali bersorak melihat vagina yang nyaris tak berambut itu. Apalagi, Inda kemudian berjalan mendekati mereka.
"Siapa mau, siapa mau..." kata Inda lirih.
"Mau apa? Bilang yang keras..."
"Ihik....ihik...siapa mau...ihik...memek...siapa mau...memek...ihiikk..." Inda terisak.
"Bilang...memek perawan gitu..."
"Siapa mau memek...ihik...perawan..." kata Inda sambil berkeliling.
Beberapa kali ia terpekik. Para lelaki yang didatanginya memegang-megang vaginanya dan menarik-narik rambut di situ.
"Aku mau lihat memek perawan..." kata seorang di antara mereka lalu berjongkok dan memegangi pinggang Inda.
Inda menggeleng-gelengkan kepalanya ketika lelaki itu mendekatkan wajahnya ke pangkal pahanya. Kumis lelaki itu membuatnya kegelian.
Apalagi, kini ia merasakan bibir kelaminnya dikuakkan dan...
"Aeengghhh..." Inda merasa bagian dalam vaginanya dijilati...
Sementara dua lelaki mengapit di kanan kirinya, mengangkat seragam putih lengan panjangnya sampai ke dada. Lalu bra-nya yang cuma ukuran 32 ditarik turun. Inda terisak, kedua lelaki itu kini mempermainkan payudaranya yang tengah tumbuh. Meremas-remas dan memilin-milin putingnya.
ABG itu mengerang-erang ketika akhirnya tiga titik sensitif di tubuhnya diserang jilatan dan kuluman. Ia tak tahu, apakah yang dirasakannya adalah siksaan atau kenikmatan. Yang jelas, di tengah kejengahannya, ia merasakan sesuatu yang seolah meledak dalam dirinya dan membuat sekujur tubuhnya lunglai.
Sementara Upik, mahasiswi di depannya, tersiksa bukan main melihat Inda teman kos termudanya dilecehkan sedemikian rupa. Apalagi, ia sendiri menghadapi ancaman yang tak kalah mengerikan. Dua lelaki yang meringkusnya pun mempermainkannya.
Jilbab coklat Upik disampirkan ke pundaknya. Lalu, bajunya dilubangi selebar 10 cm dengan clurit, tepat di bagian tonjolan kedua payudaranya, sehingga menampakkan bra putihnya. Tepat di pucuk bra itu, dibuat lagi lubang seujung jari. Akibatnya, kedua puting Ummi nongol dari situ.
"Tolong...jangan...kalian sudah perkosa...tiga teman kami...apa itu belum cukup..." katanya mengiba saat kedua putingnya ditarik-tarik melalui lubang kecil itu.
"Wah...belum Non. Kan di rumah ini ada 6 memek. Nanti kalau semua sudah kami perkosa... baru cukup..." sahut lelaki yang memegang clurit sambil mengakhiri kata-katanya dengan mengulum puting kiri Upik. Lelaki di sebelahnya pun melakukan hal serupa pada puting kanan.
Inda yang dirubung tiga lelaki kini betul-betul telanjang, kecuali selembar kain putih di kepalanya. Tubuhnya yang putih mulus basah kuyup oleh keringat dan liur ketiga lelaki.
"Bawa sini anak manis itu..." kata pimpinan kelompok sambil tangannya yang berada di balik celana dalam Upik terus meremas-remas.
Inda yang terus berlinang airmata kini berdiri berhadap-hadapan dengan Upik yang tak kalah takutnya. ABG itu menggeliat ketika puting kanannya dipilin pimpinan kelompok.
"Nah sayang... Mbakmu ini perlu solider dengan nasibmu kan? Oke, sekarang kamu telanjangi dia ya?" katanya sambil memperkeras pilinannya.
"Aduh...adududuh...iya...iya..." sahut Inda, lalu mulai melucuti kancing jubah coklat muda Ummi.
Tak lama kemudian, tak ada lagi yang melekat di tubuh gadis itu, kecuali jilbabnya. Tubuhnya bagus juga. Payudaranya tak besar, tapi tampak bulat dan berisi dengan puting yang mungil dan mengacung.
Pangkal pahanya tampak menggembung dengan sedikit rambut di situ.
Upik terisak-isak ketika ditelentangkan. Lalu Inda pun dipaksa tengkurap di atas tubuhnya dengan posisi '69'. Kedua gadis itu kini dapat saling melihat kelamin mereka.
"Ayo, sekarang mulai saling menjilat!"
Para lelaki kemudian menekan kepala dan pantat Inda. Akibatnya, mulut Inda rapat ke vagina Upik. Sementara vaginanya rapat ke mulut Upik.
Kedua gadis itu mengerang-erang dan mencoba memalingkan wajah mereka. Bibir keduanya terkatup, begitu pula mata mereka.
PLAKKK...PLAKKK....
"Awwww...." Inda menjerit. Kedua bulatan pantatnya ditampar keras sampai memerah.
"Cepat jilat, jangan bikin kami marah. Dan pelototin memek di depanmu itu!"
"Aduhhhhh..." giliran Upik memekik. Rambut yang tak seberapa di vaginanya dijambak hingga tercabut sebagian.
"Kamu juga, jilatin memek di atasmu itu!"
Tak ada pilihan lain bagi keduanya selain mulai saling menjilat.
Kelima lelaki itu melotot memandangi adegan langka yang tak bakal ditemui di situs internet manapun, sambil sesekali mempermainkan payudara mereka. Keduanya mulai merintih-rintih setelah 15 menitan saling menjilat. Apalagi, 5 menit terakhir, bibir vagina mereka dikuakkan, sehingga lidah 'lawan' menyapu klitoris masing-masing.
Vagina keduanya kini tampak mengkilap. Basah oleh liur dan cairan yang keluar dari celahnya. Inda hampir menjerit ketika tiba-tiba kepalanya didongakkan dan tepat di hadapannya sebatang penis mengacung tegak. ABG itu tak kuasa menolak saat dipaksa mengulumnya.
Lalu, kepala bagian belakangnya dipegangi dan penis itu pun digerakkan maju mundur di dalam rongga mulutnya. Inda ingin teriak, apalagi ia merasa sebatang telunjuk dipaksa masuk ke dalam anusnya. Tapi yang keluar hanya gumaman.
Upik mengalami penderitaan serupa. Bahkan lebih parah. Dalam posisi berbaring, kepalanya dipaksa mendongak dan sebatang penis disodokkan ke rongga mulutnya. Posisi itu membuat kantung zakar lelaki di atasnya menutupi hidungnya hingga ia kesulitan bernapas.
Tapi untungnya tak lama. Lelaki itu segera menarik keluar penisnya yang tampak amat tegang dan basah oleh liurnya. Di tengah kelegaannya, Upik mencemaskan nasib Inda. Sebab, dilihatnya kepala penis itu kini menekan pintu liang vagina Inda. Betul saja....
"Eungghhhhhh...ummmffff....engggghhhh...." terdengar Inda mengerang keras dan tubuhnya meronta-ronta. Penis itu didorong dengan kekuatan penuh, menerobos segala halangan di dalam vaginanya.
"Uuuuhhh....memek perawan yang hebat!" komentar pemilik penis itu. Ia merasakan penisnya seakan dicengkeram oleh dinding vagina Inda yang sempit. Namun bagi Inda, itu dirasakannya sebagai rasa pedih luar biasa.
Perlahan lelaki itu menarik mundur penisnya. Cengkeraman dinding vagina yang kuat dirasakannya sebagai kenikmatan luar biasa. Tapi tidak bagi Inda. Ia merasa seolah sebilah belati menyayat di dalam vaginanya. Lain lagi dengan Upik. Ia bergidik melihat sepanjang batang penis di hadapannya berlumur lendir dan darah keperawanan Inda.
Sekejap kemudian, kembali lelaki itu mendorong dengan kekuatan penuh. Kali ini ia tak ingin berlama-lama. Digenjotnya sekuat tenaga sambil berpegangan pada pinggul gadis remaja itu. Sampai akhirnya, Inda merasakan semburan panas di dalam rongga kelaminnya. Ia ingin teriak, tapi penis besar masih menyumbat mulutnya. Apalagi, selang beberapa detik kemudian, penis di mulutnya juga menyemburkan sperma.
Inda nyaris tak sadarkan diri ketika penis di dalam mulutnya ditarik keluar. Seketika itu juga, kepalanya didongakkan dan rahangnya dikatupkan. Akibatnya, Inda terpaksa menelan cairan kental yang membuatnya mual itu.
Posisi itu membuat Inda menduduki wajah Upik. Upik pun mengalami hal serupa. Ia dipaksa membuka mulutnya. Perlahan, cairan putih kental bercampur darah Inda mengalir dari celah vaginanya dan masuk ke mulut Upik. Ketika tetesan hampir berhenti, seorang lelaki di belakang Inda menyendoki sperma dari dalam vaginanya dan menyuapkan ke mulut Upik yang tampak dipenuhi sperma pemerkosa Inda. Upik pun menelannya dengan berjuta perasaan mual.
Tapi itu belum seberapa. Seorang lelaki kini berada di tengah antara kedua kaki Upik yang mengangkang. Kepala penisnya mulai menekan vagina Upik. Upik ketakutan tapi tak bisa apa-apa.
"Ayo, kamu harus lihat. Ini yang terjadi pada memekmu tadi!" pemilik penis itu memaksa Inda menunduk. Inda yang masih menahan sakit, terpaksa melihat saat penis lelaki itu siap menembus kelamin Upik.
"Aaarrgrrrhhh...arrrgghhhhh....mmmmppfff...." Upik tak bisa teriak lebih keras lagi karena mulutnya penuh sperma. Tapi itu cukup untuk mengekspresikan kesakitannya saat penis lelaki itu menembus vaginanya dengan kekuatan penuh. Upik terus mengerang dan merintih. Sebab, lelaki itu langsung menggenjot dengan kecepatan tinggi. Seolah ingin segera menyelesaikan. Gesekan yang ditimbulkannya menyebabkan pedih tak terkira.
Sementara di belakang, Inda menghadapi ancaman baru. Seorang lelaki mencoba melebarkan lubang anusnya dengan menusukkan jari yang sebelumnya dilumuri sperma di dalam vaginanya. Ketika dua jari dimasukkan ke situ, Inda menjerit kesakitan. Namun, belum lagi jeritannya bertambah keras, mulutnya disumpal dengan celana dalamnya sendiri.
Akhirnya, yang ditakutkannya terjadi. ABG itu merasa bagian bawah tubuhnya terbelah saat anusnya ditembus penis lelaki di belakangnya. Lalu, lelaki itu pun menggenjot dengan kecepatan tinggi sambil kedua tangannya mencengkeram kedua payudara Inda dari belakang. Posisi itu membuat payudara gadis remaja itu seakan dibetot ke belakang. Inda tak kuat lagi, ia pingsan sesaat sebelum lelaki itu menumpahkan spermanya ke dalam anusnya.
Ternyata, Upik juga pingsan beberapa saat sebelum pemerkosanya menumpahkan sperma ke dalam vaginanya. Kendati demikian, seorang lagi tetap saja menyodominya.
Tangan kedua gadis itu kemudian diikat ke belakang punggungnya. Mulut Inda dan Upikpun disumbat celana dalam mereka sendiri. Keduanya kemudian dibiarkan tergeletak pingsan di dekat meja makan. Empat lelaki masih memperkuat ikatan ketika tiba-tiba terdengar bentakan.
"Heiii...apa-apaan ini!?"
Ternyata Titin, gadis tertua di kos-kosan itu. Titin terkejut bukan main melihat 5 lelaki bugil di situ, sedang tiga 'adik'nya tergeletak telanjang di ruang makan. Melihat Titin datang, pimpinan komplotan itu langsung mendekatinya.
Namun di luar dugaan, gadis itu tiba-tiba melayangkan tendangan ke pangkal pahanya. Lelaki itu mengaduh dan jatuh telungkup sambil memegangi selangkangannya. Empat rekannya segera merubung Titin.
"Wah, cewek secakep kamu bisa karate juga ya?" kata salah satu dari mereka.
Titin mencoba tenang. Dengan sikap waspada, ia memasang kuda-kuda.
Ketika salah seorang dari mereka mendekat dengan tangan terbuka ke arah dadanya, Titin menyabetkan tasnya ke wajah lelaki itu. Hantaman yang telak. Lelaki itu membekap wajahnya yang sakit. Pandangannya pun nanar.
Namun, seorang lagi berhasil memeluk Titin dari belakang.
"Aiiihhh...." Titin memekik. Sebab, sambil memeluk itu, tangan lelaki itu dengan kurangajar menangkap kedua payudaranya dari luar jubah dan jilbab besarnya.
Dengan cepat Titin menyikut lelaki di belakangnya. Lelaki itu mengaduh dan pegangannya mengendur. Namun, posisi lemah itu, segera dimanfaatkan dua lelaki lainnya. Seorang dari mereka meninju tepat ke ulu hati Titin. Titin mengaduh dan membungkuk. Lalu satu pukulan lagi menghantam bagian belakang kepalanya. Tak ayal lagi, ia jatuh telungkup.
Setengah sadar, Titin merasa diseret. Lalu, kedua tangannya diikat dan dengan ikatan di tangannya itu, ia digantung di kusen pintu kamar Uswatun. Cukup tinggi, hingga ia berdiri jinjit.
Perlahan kesadarannya bangkit. Di saat itulah ia melihat 5 lelaki bugil mengelilinginya dengan pandangan marah. Titin coba bicara, tapi tak bisa. Mulutnya disumpal celana dalam entah milik siapa.
"Cewek jalang, harus diberi pelajaran," kata pimpinan komplotan.
"Eungghhhhhh....eungghhhh....mmmmffff...." Titin mengerang. Lelaki itu dengan marah mencengkeram selangkangan dan kedua payudaranya berulang-ulang.
Lalu, seolah balas dendam, lelaki itu menyuruh komplotannya menarik turun celana dalam Titin. Wajah Titin merah padam ketika jubahnya diangkat ke pinggang lalu celana dalamnya dilepas dan kakinya dikangkangkan.
"Memek yang cantik. Sayangnya... harus kurusak!" kata lelaki itu geram sambil menjambak rambut kemaluan Titin. Gadis itu mengerang lagi...
Lelaki itu tiba-tiba mundur dan sebuah tendangan melayang tepat ke vagina telanjang itu. Suara berdebuk terdengar keras diiringi erangan panjang gadis itu. Vagina Titin langsung terlihat memerah.
"Cukup. Skor satu sama. Sekarang telanjangi cewek ini. Kita lihat...kuat nggak memeknya lawan 5 kontol!"
Titin panik tapi tak bisa berbuat apapun. Kelima lelaki itu seperti kawanan serigala. Mencabik-cabik pakaiannya, hingga akhirnya tinggal jilbab dan kaus kaki yang melekat di tubuhnya.
Sambil merokok, pimpinan komplotan itu berlutut di depan Titin. Jari-jarinya kemudian menguakkan bibir vagina Titin selebar-lebarnya, seolah hendak merobeknya. Titin mengerang kesakitan. Tapi itu belum apa-apa. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke arah pangkal pahanya....
CESSSSSS....
"Euuungggggggghhhhhhhhhhh....!!!" Titin mengerang keras dan panjang.
Kepalanya digeleng-gelengkannya menahan sakit. Rokok di mulut lelaki itu masuk jauh ke dalam liang kelaminnya yang basah dan padam di situ. Lelaki itu meninggalkan rokoknya terjepit vagina Titin dan hanya tampak bagian filternya saja.
Sementara Titin masih mengerang dan air mata menitik dari kedua matanya. Tubuhnya yang tergantung kini diputar menghadap ke dalam kamar. Matanya membelalak melihat Uswatun dan Erika terikat dan telanjang bulat di ranjang. Dua temannya yang sudah siuman pun sama takutnya melihat Titin yang tengah dipermainkan. Entah berapa pasang tangan meremas-remas keras kedua payudaranya, memilin dan menarik-narik putingnya.
Titin ketakutan ketika lelaki di depannya menyalakan sebatang rokok lagi. Ia mengerang dan meronta sejadinya waktu api dari korek gas didekatkan ke selangkangannya. Dan...api itu membakar rambut kemaluannya. Panas, tapi tak sampai melukai kulit kelaminnya. Aroma rambut terbakar memenuhi kamar Uswatun.
Titin mengerang saat kelaminnya diremas-remas dan dengan tiba-tiba rambut yang tersisa dijambak. Saat itulah dilihatnya seorang lelaki mendekati Uswatun dan Erika. Kedua gadis itu mengerang saat jari telunjuk dan tengah kanan dan kiri lelaki itu ditusukkan jauh ke dalam kelamin keduanya.
Lelaki itu kini berdiri di hadapan Titin sambil mengacungkan empat jari berlumur sperma. "Aku masih kasihan sama kamu. Ini supaya kamu nggak terlalu kesakitan," katanya sambil menyusupkan dua jari ke liang vagina Titin.
Masuk dua ruas, Titin menggeliat-geliat. Lelaki itu menggerakkan jarinya memutar, seolah hendak melumasi pintu lubang kemaluan gadis itu.
"Sudah siap bos. Silakan menikmati memek perawan sok tahu ini !" katanya kepada pemimpin gank itu. Celah vagina Titin kini tampak mengkilat.
Titin panik. Ia melihat lelaki itu mendekat dengan penis yang panjang dan besar, mengacung ke arah pangkal pahanya. Ia mengerang-erang saat mulai merasakan benda mengerikan itu menekan liang vaginanya. Sperma yang dioleskan tadi memudahkan kepala penis itu masuk. Tapi cuma berhenti di situ. Sebab, lorong selebihnya betul-betul kering. Titin mulai kesakitan. Apalagi, di belakang lelaki dengan jari berlumur sperma menusuk anusnya dengan telunjuk. Lalu, dua jaripun menusuk-nusuk lubang sempit itu.
Kepala gadis itu terdongak ketika salah satu putingnya dihisap kuat-kuat dan tiba-tiba saja digigit agak keras. Rasa sakit di pucuk payudaranya belum lagi hilang, lelaki di depannya mendengus lalu mendorong pinggangnya maju. Suara erangan Titin seperti hewan disembelih saat vaginanya akhirnya ditembus. Tapi itu belum seberapa, seorang lagi menyodominya. Gadis itu kini bagai sepotong sosis yang terjepit roti sandwich.
Kelima lelaki itu seperti kesetanan. Begitu satu lelaki selesai menumpahkan spermanya di dalam vagina maupun anus Titin, lelaki yang lain langsung menggantikannya. Tepat saat lelaki kelima menyelesaikan hajatnya, Titin pingsan. Kepalanya terkulai lemah.
Kelima lelaki itu tertawa-tawa sambil memandangi korban terakhir mereka. Dari celah pangkal paha Titin mengalir sperma bercampur darah keperawanannya. Tubuh Titin kemudian diturunkan dari gantungan.
Namun, kedua tangannya kembali diikat ke belakang tubuhnya.
Giliran Uswatun dan Erika yang berbaring bersebelahan yang ketakutan. Sebab, Titin diangkat seorang lelaki dengan posisi kaki mengangkang. Dari celah vaginanya masih terlihat cairan putih menetes-netes.
Uswatun menggeleng-geleng ketika selangkangan Titin didekatkan ke wajahnya. Tapi tak urung wajah lembut gadis itu pun ternodai tetesan sperma dari vagina Titin. Erika pun diperlakukan serupa, sebelum akhirnya Titin dibaringkan di sebelah mereka.
Kelima lelaki itu tak juga lelah mempermainkan korban-korbannya.
Pemandangan di kamar itu sungguh beraroma nista. Lima lelaki telanjang bulat dengan tubuh mengkilap karena keringat, merubung tiga gadis berjilbab, tetapi terbuka total di bagian bawahnya. Tak bosan-bosannya mereka meremas-remas payudara ketiga gadis itu.
Pimpinan komplotan itu masih juga dirasuki dendam kepada Titin. Ia ingin gadis itu merasakan penderitaan. Disulutnya rokok, asapnya dihembuskan ke wajah Uswatun. Gadis itu memalingkan wajahnya. Tapi mendadak terdengar erang kesakitan Erika. Sebabnya, lelaki itu menyetuhkan batang korek api yang telah padam ke puting susunya. Meski sudah padam, panasnya masih menyakiti bagian sensitif itu.
"Yuk, bangunin cewek ini. Kita kerjain sampai dia betul-betul kapok," katanya.
Sambil berkata begitu, ia menarik-narik kedua puting Titin yang masih pingsan. Lalu, disentuhnya pelan puting kanan Titin dengan ujung rokoknya. Spontan terdengar erangan gadis itu. Matanya berkerjap-kerjap dan keningnya berkerut. Belum lagi ia sadar sepenuhnya, giliran klitorisnya disundut rokok. Kali ini tubuhnya mengejang dan dari mulutnya terdengar erangan panjang.
"Ha...ha...ha... bagus kamu sudah bangun. Sebab, kamu harus merasakan sakitnya!" kata pemimpin komplotan sambil menjepit dua puting Titin kuat-kuat dan menariknya ke atas hingga punggung gadis itu melengkung.
Dari kaki ranjang, ia mengambil handuk kecil dan membungkus dua jarinya dengan handuk putih itu. Titin meronta-ronta ketika jari terbungkus handuk itu ditusukkan ke liang vaginanya. Di dalam, jari lelaki itu bergerak berputar, menyapu segenap sudut vagina Titin. Pedihnya tak terkira.
Ketika ditarik keluar, handuk putih itu terlihat bernoda lendir putih bercampur noda merah. Tak cuma Titin, Uswatun dan Erika pun mengalami hal serupa. Keduanya mengerang dan meronta dengan sia-sia.
Lalu kelima lelaki itupun mengulangi lagi perkosaan atas ketiganya. Vagina yang kering membuat ketiganya kembali merasakan pedih yang amat sangat. Untuk pertama kali, Titin harus menahan mual di antara rasa sakitnya, sebab mulutnya dipaksa mengulum penis salah satu pemerkosanya.
Yang paling menyiksanya dan nyaris membuatnya kembali pingsan adalah saat ia dipaksa menerima penis seorang lelaki di dalam vaginanya dalam posisi duduk. Begitu penis itu menancap jauh, tubuhnya ditarik pemerkosanya ke belakang, hingga kini ia berbaring di atas perut pemerkosanya. Lalu, dari depan, seorang lelaki memaksa penisnya masuk ke dalam vaginanya yang telah dipadati sebatang penis. Kalau saja mulutnya tak tersumpal penis, Titin pasti sudah menjerit histeris, karena sakit yang luar biasa.
Tapi ternyata itu baru permulaan. Sebab, kelima lelaki itu menuntaskan hajat mereka dengan menumpahkan sperma ke dalam mulut gadis itu.
Gadis itu lalu dipaksa berdiri lagi merapat ke lemari dan diikat dengan tangan ke atas. Posisi itu membuat payudaranya membusung. Para lelaki kemudian mengikat pangkal payudaranya dengan tali rafia hingga kedua buah dadanya melembung seperti balon dan merah tua karena darah mengumpul di situ.
Tak hanya itu kedua putingnya kemudian diikat dengan sehelai benang. Di ujung masing-masing benang diikatkan sebuah batu baterai besar.
Titin merintih-rintih menahan pedih. Sementara dari sudut bibirnya menetes sperma para pemerkosanya.
***
6 gadis masih tak berdaya di tempat masing-masing usai rangkaian pemerkosaan brutal itu. Sementara para pemerkosanya kembali duduk santai di ruang tamu. Mereka merancang sebuah rencana panjang atas para korbannya sambil menunggu seorang lagi yang bakal datang pukul 15.00.
****
Yang mereka tunggu pun datang, tepat pukul 14.50. Seorang gadis mungil berkaus ketat lengan panjang merah jambu dan jilbab pendek sewarna. Penampilannya khas gadis masa kini. Berjilbab, tetapi keseksian tubuh justru ditonjolkan. Itu pula yang terlihat padanya. Gundukan kecil sepasang payudara tampak mencuat di balik kaus ketatnya. Begitu ketatnya, sampai-sampai garis branya tercetak jelas di sana. Sementara celana kaus ketat hitamnya pun memperlihatkan lekuk pangkal pahanya dengan jelas.
Pemandangan indah itulah yang disaksikan para lelaki dari balik kaca ketika gadis itu mengetuk pintu.
Pintu dibuka. Gadis itu tampak agak terkejut melihat 5 lelaki di ruang tamu.
"Silakan masuk Mbak, sudah ditunggu Mbak Erika," kata yang membuka pintu.
Tapi gadis itu berusaha tak peduli. Ia pun duduk di kursi kosong, terpisah dari para lelaki.
"Teman kuliah Mbak Erika ya?" tanya pimpinan komplotan.
"Bukan," jawabnya singkat.
"Eh...mbak siapa namanya...kuliah di mana?" lanjut lelaki itu sambil mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya.
Tak ingin bersikap kaku, gadis itu membalas jabat tangan lelaki itu.
"Lina...saya nggak kuliah kok," sahutnya sambil sedikit tersenyum.
"Oh...kerja ya Mbak? Di mana?"
"Saya wartawan..." lanjut Lina. Gadis itu agak menikmati kekaguman yang terpancar di wajah para lelaki. Tapi ia tak sadar, di balik pandang kagum itu tersimpan nafsu yang besar.
"Wah, hebat. Tapi jadi wartawan bahaya lho buat perempuan secantik Mbak," lelaki itu mulai menebar perangkap.
Wajah Lina memerah, setengah senang setengah malu, selebihnya mulai jengkel.
"Ah, biasa saja," katanya.
"Betul Mbak, bahaya. Apalagi, biar pakai jilbab, Mbak kelihatan seksi lho!"
"Mbak Erikanya mana sih?" sahutnya coba mengalihkan perhatian.
"Ngomong-omong, itu susu ukuran berapa sih?" lanjut lelaki itu diikuti tawa teman-temannya.
Lina kini kelihatan marah. "Kalian ngomong apa sih? Jangan kurangajar gitu dong!" katanya sambil berdiri.
"Eh, jangan marah gitu dong. Saya kan cuma tanya ukuran susu. Pegang juga belum," kata lelaki itu.
"Ihh...sebel!" kata Lina sambil berbalik ke arah pintu.
Tapi tiba-tiba tubuhnya direngkuh dari belakang dan sebilah belati menekan lehernya.
"Aiiii...ap...apa-apaan ini," katanya coba meronta. Tapi tubuh mungilnya kalah kuat. Ia didorong ke tengah para lelaki.
"Nggak usah ribut, sayang. Nurut saja, kalau nggak ingin susu kecil ini copot dari badanmu," kata pimpinan komplotan sambil menjumput gundukan kecil di dada Lina. Lina menggigit bibirnya menahan ngilu.
Ia kini tak berdaya, sebab kedua tangannya diikat ke belakang. Maka leluasalah para lelaki menjamah sekujur tubuhnya. Payudaranya yang cuma sekepalan tangan mungilnya menjadi sasaran favorit. Bahkan, dari luar t-shirt ketatnya, seseorang menemukan putingnya dan terus memilin-milinnya.
"Awwwhhh...aduhhh, sudah dong...aduhhhh, lepaskan...saya....aduhhh...saya janji nggak lapor polisi...adududuhhhhh...mmmfff...." Lina makin kesakitan, tapi ia tak bisa berteriak. Salah satu lelaki menciumnya dengan amat bernafsu, sementara pangkal pahanya diremas-remas dengan kasar. Begitu pula kedua gundukan pantatnya.
Lina kini dibaringkan di meja ruang tamu. Kedua kakinya ditekuk ke atas hingga mengangkang seluas-luasnya. Lina nyaris menjerit ketika melihat sebatang penis besar di depan wajahnya. Tapi mulutnya langsung terbungkam karena penis itu dipaksa masuk ke mulutnya yang mungil.
Gadis itu betul-betul tak berkutik. Ia merasakan t-shirtnya ditarik ke atas, lalu bra-nya dibetot hingga putus. Lina nyaris menggigit penis di dalam mulutnya karena sakit luar biasa akibat kedua putingnya dijepit dan ditarik-tarik.
Lina makin panik waktu celana kaus ketatnya di bagian pangkal paha digunting hingga memperlihatkan celana dalam putihnya. Cd-nya pun mengalami hal serupa, sobek di bagian tengah. Para lelaki berebut melihat dari celah itu, vaginanya yang mulus, nyaris tanpa rambut.
Tubuh Lina mengejang dan dari mulutnya yang terbungkam terdengar erangan kesakitan. Ternyata pimpinan komplotan menusukkan satu jarinya ke liang vaginanya sejauh-jauhnya. Keperawanannya hilang hanya oleh satu tusukan.
Pedihnya belum hilang saat penis yang beberapa kali lipat lebih besar dari jari, ganti menusuk vaginanya.
"Hebat...aku dapat memek wartawati....hihhh...hihhh..." katanya sambil mendorong pinggangnya jauh, sekuat tenaga.
Lina nyaris pingsan ketika semburan cairan kental memenuhi rongga mulutnya, lalu menyusul cairan yang hangat di dalam rongga vaginanya.
Tapi para lelaki tak memberinya kesempatan beristirahat. Segera saja ada yang menggantikan posisinya.
Darah menodai pangkal pahanya. Tapi itu tak membuat seorang di antara mereka menusukkan penisnya ke anusnya yang sempit. Kali ini Lina mencapai batas kemampuannya. Ia pingsan. Tapi tetap saja perkosaan berlanjut, sampai semua lelaki kehabisan tenaga, membiarkan Lina tergeletak dengan paha mengangkang yang memperlihatkan gumpalan sperma bernoda darah di situ, serta mulut mungilnya yang meneteskan sperma.
Sepasang payudaranya yang mungil tampak merah kebiruan bekas remasan kasar. Salah satu putingnya lecet dan menitikkan darah.
*****
Para pemerkosa itu tampaknya belum betul-betul puas. Mereka memasukkan motor Lina ke garasi dan mengunci rapat pagar rumah serta menutup korden ruang tamu. Kini tak ada yang mengira ada kehidupan di dalam. Para tetangga pun menyangka para mahasiswi yang kos di situ tengah pulang kampung.
Hari mulai gelap ketika 7 gadis berjilbab dikumpulkan di ruang tengah. Semua telah sadar dari pingsannya. Dan semua kini dalam ketakutan luar biasa. Kelima lelaki itu di depan mereka masing-masing memegang sebuah botol minuman keras dan menenggaknya.
Para gadis dalam kelelahan dan kesakitan luar biasa. Mereka tak punya keberanian lagi untuk melawan, apalagi di tangan para lelaki tergenggam berbagai senjata tajam. Tapi mereka agak lega ketika satu persatu diperintah untuk mandi di kamar mandi yang terbuka dan kembali berpakaian rapi, namun tanpa pakaian dalam lagi.
Kini di ruang tengah itu berkumpul 7 gadis berjilbab.
"OK, sekarang waktunya pesta. Kamu berdiri, kita akan buat album foto!" pimpinan komplotan menunjuk Lina.
Gadis mungil itu ketakutan. Perlahan ia berdiri di depan 6 temannya.
Pangkal celananya yang sobek tak begitu tampak. T-shirt ketatnya masih menampakkan bentuk payudaranya yang tak seberapa besar. Kali ini putingnya tampak membayang, karena ia tak mengenakan bra.
"Ayo, joget dan mulai lepaskan baju dan celanamu. Jilbabmu nggak usah dilepas," lelaki itu melanjutkan.
Kebetulan TV menyiarkan lagu-lagu dangdut. Dengan iringan dangdut itulah Lina mulai bergoyang. Kilatan lampu blitz menerpa tubuhnya saat ia mulai melepas celana panjang ketat disusul celana dalamnya.
Lalu, t-shirtnya pun lepas. Sementara para gadis dipaksa memperlihatkan kegembiraan dengan bertepuk tangan dan tertawa-tawa.
Ketika Lina usai, ia ganti duduk di tengah rekannya yang lain. Lalu, gadis-gadis lain mendapat giliran menari striptease. Dari keadaan tertutup rapat, gadis-gadis itu kini telanjang bulat, kecuali jilbab di kepala mereka.
Ketujuh gadis itu kemudian difoto dengan beragam pose. Termasuk di antaranya pose seolah mereka sedang berpesta lesbian. Uswatun difoto dalam keadaan berdiri dengan Titin di bawah menjilati selangkangannya, sedang di belakangnya Erika memegangi kedua payudaranya. Ketujuh gadis itu juga difoto saat mulut mereka mengulum penis. Titin bahkan difoto dengan leher botol menusuk vaginanya dan kedua putingnya dihisap Inda dan Upik.
Usai sesi fotografi itu, ketujuh gadis dibaringkan di lantai dan satu persatu para lelaki kembali menyetubuhi mereka. Pesta gila itu berlangsung semalam suntuk. Ketujuh gadis berulangkali pingsan akibat kelelahan dan sakit amat sangat.
Menjelang pagi, baru para lelaki itu merasa puas. Tapi mereka tak segera pulang. Setelah ketujuh gadis itu betul-betul siuman, mereka kembali dikumpulkan di ruang tengah, masih tanpa busana dan jilbab yang kusut serta sekujur tubuh yang basah oleh sperma.
"Oke, kalian semua sungguh memuaskan. Tapi ingat, lain kali kami akan datang lagi kapanpun kami mau. Atau, kalian yang datang ke mana kami perintahkan. Ingat, foto-foto kalian akan tersebar di kampus dan di internet jika kalian berani bicara kepada siapapun," kata pimpinan komplotan itu.
"Mengerti?!" katanya sambil meremas payudara Titin. Gadis itu mengangguk lemah. Pertanyaan serupa diajukannya kepada 6 gadis lainnya, juga sambil mencengkeram payudara mereka.
***
Lima lelaki itu telah pergi. Tujuh gadis di rumah itu saling berangkulan sambil terisak-isak. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tapi mereka sadar, mereka kini telah jadi budak seks lima lelaki itu.
TAMAT
Klik disini untuk Baca Cerita Selengkapnya ...